Nationalgeographic.co.id—Jika berkunjung ke pura Uluwatu, Bali ada banyak monyet berkeliaran yang dikeramatkan. Keberadaannya pun menjadi daya tarik pariwisata. Pada 2015, wisata pura Uluwatu dikunjungi 1,5 juta pelancong baik dari dalam maupun luar negeri.
Kendati demikian, kerap para pelancong menuturkan bahwa saat berkunjung mereka kehilangan beberapa benda berharga akibat ulah monyet. Berdasarkan penghitungan pada April 2016, diperkirakan populasi monyet di Uluwatu berjumlah 333 ekor.
Karena maraknya pencurian barang berharga, para ilmuwan menjadi tertarik untuk meneliti apakah monyet di Bali—khususnya Uluwatu—dapat membedakan benda berharga dan tidak.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh para ilmuwan yang dipublikasikan di Philosphical Transaction of the Royal Society B, bahwa monyet Uluwatu dapat menilai barang mana yang paling dihargai oleh calon korban mereka. Lalu, primata itu menggunakan informasi tersebut untuk memaksimalkan keuntungan mereka.
Para ilmuwan melakukan pengamatan langsung dan merekam setiap tindak pencurian dan perampokan yang dilakukan monyet di Uluwatu. Mereka juga melacak monyet tersebut untuk mengetahui tindakannya terhadap barang yang telah diambil.
Baca Juga: Rencanakan Liburan Lebih Bermakna, Kunjungi 4 Destinasi Ekowisata di Bali Ini
“Karena monyet sangat terbiasa dengan manusia, sebagian besar rekaman video direkam dari jarak dekat (2–5 meter) tanpa mengganggu mereka,” jelas para peneliti.
Dalam observasi mereka yang dilakukan pada September dan Desember 2019, para ilmuwan menggunakan 6 jenis benda yang dipilih untuk disodorkan dalam pengamatan terbuka. Mereka menggunakan wadah kosong (seperti casing ponsel, tas kamera, dan botol plastik), aksesori (seperti jepit rambut, gantungan kunci, tas jinjing), topi, sepatu, kacamata, dan benda genggaman seperti elektronik dan dompet.
Temuan mereka berdasarkan pengamatan 6,2 jam perekaman video yang melibatkan 158 percobaan, mereka mendapati monyet mencuri benda-benda yang dapat terjangkau oleh mereka, yakni yang dipegang atau dibawa oleh manusia.
“Untuk analisis tentang hadiah makanan yang ditolak dan diterima oleh monyet selama fase reward-barter, kami hanya mempertimbangkan makanan yang dapat dijangkau atau diambil oleh monyet ketika disodorkan atau dilemparkan oleh manusia,” tulis mereka dalam laporan. Mereka menyediakan tiga jenis hadiah makanan, yakni telur mentah, kantong kresek berisi beberapa potong buah, dan kerupuk.
Mengenai pemilihan barang yang dapat dicuri, ternyata monyet golongan sub-dewasa dan dewasa mampu memilih benda bernilai tinggi.
Baca Juga: Monyet di Pura Uluwatu Bali Curi Barang Wisatawan untuk Dibarter dengan Makanan
Dua golongan tersebut tampak pandai dalam mentukan harga tawar dari hadiahnya. Ketika para staf kuil menyodorkan beberapa umpan makanan, para monyet tak langsung memberikan barang curian mereka. Melainkan menunggu untuk porsi dan nilai hadiah makanan yang lebih tinggi.
Hasil temuan ini menjadi pendukung dugaan awal mereka bahwa interaksi pencurian benda dan hasil barter adalah perilaku kompleks dalam mempelajari persepsi, dan bertindak pada monyet. Tindakan mereka didasari dari mencontoh individu yang lebih dahulu melakukannya, lalu mencoba-coba sendiri, hingga menjadi pengalaman tersendiri.
“Patut dicatat bahwa pengembangan kemahiran tingkat monyet dewasa dalam mencuri / barter tidak hanya bergantung pada pembelajaran keterampilan (misalnya, deteksi, pendekatan licik, pengendalian diri), tetapi mungkin juga dibatasi oleh pematangan fisik,” terang peneliti.
Kemampuan kognitif monyet sub-dewasa dan dewasa dalam membangun strategi barter, menurut para ilmuwan, merupakan kemampuan mengontrol diri dan tempramen yang baik untuk mendapatkan barang yang disukainya.
“Tindakan yang spesifik pada populasi, luas, lintas generasi, terpelajar dan dipengaruhi secara sosial ini mungkin merupakan contoh pertama dari benda ekonomis dipelihara secara budaya pada hewan yang berkeliaran bebas,” tulis penulis para peneliti.
Mereka berharap akan ada lagi penelitian serupa untuk membuat perbandingan antara monyet Uluwatu dan primate non-manusia lainnya yang berkaitan dengan pengambilan benda berharga. Tentunya, jika diadakan pasti hasilnya akan mengarahkan para ilmuwan untuk memahami asal-usul perbandingan harga atau moneter pada evolusi menusia.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR