Nationalgeographic.co.id—Penemuan "mumi lumpur" yang langka di sebuah situs Mesir kuno telah mengejutkan para arkeolog. Tim arkeolog yang meneliti mumi kuno itu tidak menyangka bahwa mereka telah menemukan mumi dalam kondisi terbungkus cangkang lumpur yang telah mengeras.
Menurut para peneliti tersebut, “cangkang lumpur” ini merupakan temuan yang tak tertandingi. Ini mengungkapkan adanya metode lain dalam pembuatan mumi atau perlakuan terhadap jenazah oleh masyarakat Mesir kuno yang belum pernah terdokumentasikan ke dalam catatan arkeologi Mesir. Laporan hasil penemuan mereka telah dipublikasikan secara daring di jurnal PLOS One pada 3 Februari 2021.
Para peneliti menduga, Mungkin saja "bungkus lumpur" digunakan untuk menstabilkan mumi setelah rusak, tetapi lumpur tersebut mungkin juga dimaksudkan untuk meniru praktik yang digunakan oleh elite masyarakat kala itu. Umumnya, elite Mesir kuno menggunakan resin impor untuk membungkus mumi, kata para peneliti.
Baca Juga: Penduduk Tanjung Verde Punya Evolusi Kekebalan Tubuh Tercepat di Dunia
Jadi mengapa mayat yang satu ini tertutup lumpur, bukan resin? "Lumpur adalah bahan yang lebih terjangkau," kata Karin Sowada, seorang peneliti di Departemen Sejarah dan Arkeologi di Macquarie University di Sydney, Australia, yang menjadi peneliti utama dalam riset ini, seperti dikutip dari Live Science.
Cangkang atau selubung lumpur itu bukanlah satu-satunya keanehan pada mumi tersebut. Keanehan lainnya, mumi itu rusak setelah dikubur, dan bahkan dikuburkan di peti mati yang salah, Mumi tersebut diketahui bertanggal sekitar 1207 Sebelum Masehi saat dikuburkan, sementara peti matinya sebenarnya merupakan milik jenazah seorang wanita yang lebih muda darinya atau dikuburkan beberapa tahun belakangan setelah mumi tersebut.
“Mumi lumpur" dan peti matinya diperoleh pada tahun 1800-an oleh seorang kolektor Barat. Namanya Sir Charles Nicholson, seorang politikus Inggris-Australia yang membawa mumi tersebut ke Australia.
Nicholson menyumbangkan mumi tersebut ke Universitas Sydney pada tahun 1860. Kini, “mumi lumpur” itu disimpan di sebuah museum milik universitas yang bernama Chau Chak Wing Museum. Tampaknya, siapa pun yang menjual artefak kuno itu telah menipu Nicholson. Sebab, usia peti mati itu ternyata lebih muda dari tubuh yang dikubur di dalamnya, ungkap para arkeolog.
"Pedagang lokal kemungkinan menempatkan tubuh mumi yang tidak terkait di peti mati tersebut untuk menjual 'set' yang lebih lengkap, sebuah praktik yang terkenal dalam perdagangan barang antik lokal," tulis para peneliti dalam laporan hasil riset tersebut.
Peti mati itu bertuliskan nama seorang wanita, yakni Meruah atau Meru (t) ah. Wanita itu berasal dari sekitar tahun 1000 Sebelum Masehi, menurut ikonografi yang menghiasi peti mati tersebut. Itu artinya peti mati itu sekitar 200 tahun lebih muda dari “mumi lumpur” yang ada di dalamnya.
Baca Juga: Perubahan Iklim Turut Menurunkan Kedatangan Turis di Indonesia?
Meski mumi lumpur itu bukanlah sosok yang bernama Meruah, petunjuk anatomi mengisyaratkan bahwa mumi tersebut adalah seorang wanita yang meninggal antara usia 26 dan 35 tahun, ungkap para peneliti.
Para peneliti mendapat firasat pertama kali bahwa mumi berusia 3.400 tahun itu tidak biasa pada tahun 1999. Hasil pemindaian CT (computed tomography) terhadap mumi tersebut pada tahun itu mengungkap sesuatu yang aneh di dalamnya. Untuk menyelidiki lebih lanjut, peneliti mengekstraksi beberapa sampel selubung mumi tersebut dan menemukan bahwa selubung itu mengandung campuran lumpur berpasir.
Ketika tim peneliti baru memindai ulang mumi tersebut pada tahun 2017, mereka menemukan detail yang sebelumnya tidak diketahui tentang cangkang lumpur, terutama ketika mereka memeriksa ulang secara kimiawi fragmen lumpur tersebut.
Para peneliti menduga, wanita yang kemudian jadi “mumi lumpur” itu sebelumnya dimumikan dan dibungkus dengan kain linen. Namun bagian lutut kiri dan kaki bagian bawah mumi itu dirusak dalam "sebab yang tidak diketahui," kemungkinan oleh perampok makam. Kerusakan ini kemudian mendorong seseorang untuk memperbaiki mumi tersebut. Kemungkinan, perbaikan tersebut dilakukan di masa satu hingga dua generasi setelah masa penguburan pertamanya.
Baca Juga: Mumi Berlidah Emas Ditemukan di Situs Mesir Kuno, Usianya 2.000 Tahun
Yang unik, orang yang memperbaiki mumi tersebut mengemas ulang kain linen yang membungkus mumi tersebut dengan menambahkan adonan lumpur. Mumi tersebut jadi seperti sandwich tanah yang kompleks, ada adonan lumpur, pasir, dan jerami di antara lapisan-lapisan kain linen yang membungkus tubuhnya.
"Mumi lumpur" ini bukanlah satu-satunya mumi Mesir kuno yang mayatnya pernah diperbaiki. Jenazah Raja Seti I dibungkus dengan kain linen lebih dari satu kali, begitu pula sisa-sisa Raja Amenhotep III (kakek Raja Tut), tulis para peneliti dalam laporan mereka.
Namun demikian, cangkang lumpur pada tubuh mumi wanita itu “adalah penemuan yang benar-benar baru dalam mumifikasi Mesir," kata Sowada. "Studi ini membantu dalam membangun gambaran yang lebih besar—dan lebih bernuansa—tentang bagaimana orang-orang Mesir kuno memperlakukan dan mempersiapkan penguburan jenazah mereka."
Source | : | Science Alert,Live Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR