Dari perspektif penduduk desa, pembangunan bendungan banjir dan saluran drainase juga berkontribusi pada perubahan pola banjir lokal. Karena perkebunan-perkebunan kelapa sawit semakin banyak dibudidayakan di lahan basah seperti dataran bantaran sungai atau lahan gambut, pemilik perkebunan yang lebih besar kemudian mencoba mengendalikan banjir di lahan mereka melalui pembangunan konstruksi semacam itu.
"Namun, bendungan seperti itu sering kali menyebabkan peningkatan banjir di perkebunan petani kecil di sekitarnya," jelas Merten. Ia melaporkan berdasarkan pengamatan dan pengalamannya dalam mengunjungi daerah tersebut.
Menurutnya, peningkatan banjir semacam ini pada akhirnya juga menyebabkan ketegangan sosial dan konflik baru di antara lapisan masyarakat. Terutama antara petani kecil dengan pemilik perkebunan sawit yang lebih besar.
Baca Juga: Studi: Konservasi Lahan Gambut Bisa Kurangi Dampak Pandemi COVID-19
Para peneliti dalam riset ini menyarankan, untuk mengurangi dampak perubahan penggunaan lahan pada siklus air, perlindungan tanah dan perencanaan penggunaan lahan yang lebih baik, terutama di daerah rawan banjir dan lahan basah, sangat penting untuk diterapkan karena hal ini dapat berpengaruh besar dalam mencegah banjir.
Selain itu, menurut Merten, penting juga untuk mengatur lanskap wilayah dan mengontrol pembangunan saluran air untuk perlindungan banjir terhadap masyarakat. Kalau hal ini tidak diatur dan dikontrol, orang-orang yang paling miskin dalam masyarakat justru bakal menjadi kalangan yang paling terdampak oleh efek peningkatan banjir ini. Sebab, saluran air yang dibuat justru mengalirkan lebih banyak air ke daerah mereka sehingga kebun dan tempat tinggal mereka jadi lebih rawan terkena banjir.
Source | : | Science Daily |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR