Baca Juga: Seniman-Seniman Lukis Pertama di Dunia Berasal dari Indonesia?
Dalam riset mereka, Fajar dan rekan-rekan penelitinya memasukkan dua faktor ini dalam penghitungan mereka terhadap kerugian banjir Jakarta pada 2050. Mereka mengeluarkan faktor-faktor lain yang juga bisa meningkatkan risiko banjir di Jakarta, seperti sedimentasi dan penumpukan sampah di sungai.
Faktor pertama, yakni perubahan iklim, sudah sering disebut sebagai pemicu utama banjir. Sebuah studi menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat meningkatkan risiko banjir secara global.
“Hal ini karena pemanasan suhu global bisa memicu adanya hujan ekstrem. Wilayah Asia Tenggara bahkan sudah diproyeksikan akan mengalami peningkatan hujan ekstrem pada akhir abad ke-21,” bebernya.
Baca Juga: Alih Fungsi Hutan Jadi Kebun Sawit Bikin Suhu Indonesia Makin Panas
Dalam menghitung nilai kerugian banjir terkait perubahan iklim, Fajar dan para kolega mengumpulkan data yang dihasilkan oleh beberapa institusi penelitian iklim di dunia, seperti Institut Pierre-Simon Laplace di Prancis dan Max Planck Institute for Meteorology di Jerman. Data tersebut dapat mengetahui potensi perubahan hujan ekstrem pada masa depan.
Dari data berbagai institusi tersebut, Fajar dan timnya menganalisis 8 global climate model, yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata curah hujan periode ulang pada 2050 mengalami peningkatan yang bervariasi dari 12% hingga 25%.
“Peningkatan nilai hujan periode ulang tersebut berdampak terhadap peningkatan risiko banjir pada masa depan. Peningkatan curah hujan terbesar terjadi pada curah periode ulang 5 tahun yaitu sebesar 25%. Hal ini alasan mengapa dikenal istilah siklus banjir 5 tahunan,” paparnya.
Saat Fajar dan tim memasukkan seluruh skenario perubahan curah hujan tersebut ke dalam model, mereka menemukan bahwa perubahan iklim dapat meningkatkan nilai kerugian banjir antara 54% hingga 100% pada 2050.
Baca Juga: Studi: Air Laut Akan Naik Lebih Tinggi Lampaui Skenario Terburuk PBB
Adapun terkait faktor kedua, yakni perkembangan tata kota Jakarta, Fajar dan tim mengasumsikan terjadinya perkembangan kota yang tidak terkontrol di kota Jakarta dan tidak ada upaya khusus dari pemerintah. Di sisi lain, secara bersamaan, jumlah penduduk terus bertambah.
Hal ini tentu saja mengakibatkan berkurangnya tutupan lahan hijau dan berdampak pada penurunan muka tanah. “Penelitian Hasanuddin Z. Abidin dari Institut Teknologi Bandung dan rekannya menunjukkan bahwa pengembangan daerah perkotaan kota dapat menyebabkan semakin turunnya permukaan tanah Jakarta dengan tingkat penurunan bervariasi dari 4,2 hingga 12,3 sentimeter per tahun,” kutip Fajar.
Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan pengambilan air tanah serta beban bangunan di permukaan. Penurunan muka tanah dapat meningkatkan risiko banjir karena air cenderung akan mengalir ke permukaan yang rendah.
“Apabila laju penurunan muka tanah tidak berubah hingga 2050, potensi kerugian banjir di Jakarta diproyeksikan meningkat sebesar 95%,” ungkapnya.
Baca Juga: Perubahan Iklim Turut Menurunkan Kedatangan Turis di Indonesia?
Selain itu, penelitian lain juga telah memperkirakan peningkatan daerah perkotaan di sekitar DAS di Jakarta dari yang sebelumnya 62% pada 2002 menjadi 92% pada 2050 jika tren pertumbuhan penduduk tidak berubah. Pada saat yang bersamaan, wilayah hutan dan pertanian berkurang dari 31% menjadi 8%.
Berkurangnya daerah hijau menyebabkan jumlah air yang terserap tanah berkurang. Dengan perubahan tutupan lahan tersebut, potensi kerugian dari banjir jakarta meningkat sebesar 99%.
Dengan penggabungan dua dampak pengembangan kota yaitu penurunan muka tanah dan perubahan tutupan lahan, peningkatan nilai kerugian banjir di Jakarta pada 2050 menjadi 226%. Angka ini didapat dengan memperhitungkan wilayah yang sebelumnya tidak banjir tapi setelah digabungkan terjadi genangan banjir.
Baca Juga: Paus yang Terdampar di Florida Ternyata Spesies Baru Terancam Punah
Fajar menyimpulkan, “Apabila digabung dengan faktor perubahan iklim, maka nilai kerugian banjir pada 2050 akan meningkat menjadi 322-402%.” Peningkatan atau pertambahan 400% itu artinya akan naik lima kali lipat dari semula
Sebelumnya, Fajar juga pernah mengestimasi bahwa nilai kerugian banjir di Jakarta bisa mencapai Rp7 triliun pada tahun 2020. “Jika asumsi kami benar maka nilai kerugian yang harus dibayar ibu kota Jakarta dari banjir akan mencapai hingga 35 triliun pada tahun 2050, atau naik lima lipat,” tulisnya.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR