NASA juga mempunyai rencana untuk mengirim antariksawan ke Mars namun tidak hingga tahun 2030-an. Menurut mereka mendaratkan pesawat di Mars akan rumit dan berbahaya, sehingga baru bisa dicapai pada dekade berikutnya.
Dalam satu konteks, nampaknya semua orang setuju bahwa umat manusia memiliki tujuan besar berikutnya di luar angkasa, dan Mars adalah tujuan tersebut. Tapi ada perbedaan visi tentang bagaimana itu bisa tercapai.
Selain merancang roketnya sendiri, NASA selama ini lebih terfokus pada bagaimana menjaga penumpang pesawatnya. Antariksawan Scott Kelly dan kosmonot Rusia Mikhail Kornienko baru kembali ke Bumi pada bulan Maret 2020 setelah misi 340 hari di luar angkasa. Mereka bertugas sebagai kelinci percobaan untuk studi tentang apa yang memengaruhi tubuh dan pikiran manusia setelah lama di luar angkasa.
Setelah setahun tanpa beban gravitasi, paru-paru dan otot mereka lemah. Begitu mereka mendarat di stepa Kazakhstan, mereka hampir tidak bisa jalan. Lalu pada Mei 2020, Kelly mengatakan bahwa kakinya masih sakit.
Kornienko mengenang saat kembali ke atmosfer bahwa kapsul Soyuz mereka berderak seperti mobil di jalan berbatu. Kemudian percikkan api sebesar kepalan tangan dari perisai panas menyala melewati lubang intip. Dia dan Kelly hampir tidak bisa bernapas.
Baca Juga: Studi: 1 dari 5 Kematian di Dunia Disebabkan Polusi Bahan Bakar Fosil
Selain percobaan misi robotik, NASA juga mencoba mempelajari hal yang lebih rumit, yakni psikologi manusia. “Kami telah melakukan misi robotik dengan sangat baik, kami pikir bagian perangkat kerasnya telah kami pecahkan,” kata Jennifer Fogarty di National Geographic. “Tapi sekarang kita akan memasukkan individu yang sadar diri dan deterministik yang menjadi bagian dari tim ini. Apakah kami benar-benar memahami semua risiko yang mereka bawa dan memberi mereka alat untuk menanganinya?" tambah Wakil Kepala Ilmuwan Program Riset Manusia di NASA’s Johnson Space Center, Houston.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | 1 |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR