Nationalgeographic.co.id—Di jantung Sungai Singapura terdapat mitos batu dan orang kuat bernama Badang. Catatan paling awal tentang kisah Badang dapat ditemukan dalam teks sejarah Melayu. Sharon Ng berkata bahwa teks ini masih dianggap fundamental dalam sejarah Melayu hingga saat ini.
Menurut salah satu cerita rakyat, Badang adalah seorang budak yang bekerja untuk membersihkan hutan milik tuanya. Pada suatu hari, ia menangkap jin di jaring ikan miliknya di Sungai Singapura. Jin itu ingin mengabulkan satu permintaan Badang sebagai balasan karena sudah membebaskannya.
Kemudian Badang meminta untuk menjadi orang terkuat di negeri itu — pikiran badang itu akan membantu pekerjaannya. Kemudian jin itu meminta Badang memakan muntahanya agar ia mendapat kekuatan. Alhasil Badang menjadi sangat kuat bahkan mampu mencabut pohon dengan mudah.
Baca Juga: Marie Thomas, Dokter Wanita Indonesia Pertama yang Kini Jarang Dikenal
Kekuatan Badang menarik perhatian Raja Seri Rana Wikrama. Ia pun diangkat menjadi panglima tertinggi angkatan darat. Kekuatan Badang juga menarik perhatian para pemimpin lain. Kerajaan India mengirimkan jawaranya bernama Nadi Bijaya Pikrama atau Wadi Bijaya ke Singapura untuk bersaing dengan Badang. Pemenang duel itu ialah orang yang bisa mengangkat batu besar di depan istana.
Nadi hanya berhasil mengangkat batu itu setinggi lutut. Sementara Badang, mengangkat batu itu dan melemparkannya ke Sungai Singapura, yang menurut Ancient Origins, jarak lemparanya 500 meter dari tempat ia berdiri. Di mana, batu itu terhampar sangat lama dan dikenal sebagai Batu Singapura.
Batu Singapura adalah pecahan batu dendan tinggi 101 centimeter. Awalnya batu ini adalah bagian dari lempengan batu pasir besar yang mempunyai tinggi dan lebarnya masing-masing tiga meter.
Pada muka lempengan terdapat 50 baris prasasti yang menutupi area dengan lebar 2,1 meter dan tinggi 1,5 meter. Tidak ada yang betul-betul yakin kapan prasasti diukir di batu itu. Artefak ini pun berasal dari berbagai penanggalan dari abad ke-10 hingga abad ke-14 — diyakini menjadi catatan tertua di Singapura. Prasasti ini bertuliskan aksara Kawi dan mengandung beberapa kata Sansekerta.
Pada Juni 1819. lempengan batu ditemukan oleh para pekerja yang sedang membersihkan hutan di sekitar muara Sungai Singapura. Penemuan batu ini pun memberikan kepercayaan akan cerita Badang.
Selain membuat penasaran penduduk setempatm lempengan itu juga menarik perhatian sarjana Eropa. Seperti orientalis Belanda bernama Johan Kendrik Caspar Kern. Ia adalah orang yang melakukan studi pertama tentang batu itu.
Kemudian sarjana lain segera mengikutinya dalam usaha untuk menguraikan naskah. Bahkan Stamford Raffles juga mencoba menguraikan prasasti batu tersebut.
Baca Juga: Marie Thomas dan Anna Warouw, Si 'Kembar' Pelopor Dokter Perempuan di Indonesia
Pada tahun 1843, pemerintahan Inggris di Straits Settlement of Singapore memutuskan untuk membersihkan dan memperlebar lorong di muara Sungai Singapura. Hal ini dilakukan juga untuk persiapan dasar pembangunan benteng Fullerton.
Karena itu, atas perintah Settlement Engginer, Kapten D. H. Stevenson, lempengan raksasa itu pun hancur berkeping-keping. Letnan Kolonel James Low yang menentang penghancuran lempengan itu berhasil menyelamatkan tiga bagian lempengan yang berisi prasasti, tak lama setelah batu itu diledakkan.
Dua lempengan dikirim ke Museum Royal Asiatic Society di Calcutta untuk dianalisis setelah tiba lima tahun kemudian. Sementara satu fragmen yang tersisa tetap ada di Singapura dan dipajang secara permanen di Museum Nasional Singapura.
Source | : | ancient origins,roots.gov.sg |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR