Oleh Fadhil Ramadhan
Nationalgeographic.co.id—"Budaya penggunaan gerabah dan pengetahuan membuatnya di Papua, dikenalkan oleh orang berbahasa Austronesia 3.000 tahun yang lalu," ungkap Hari Suroto, peneliti di Balai Arkeologi Papua.
Hari memaparkan situs-situs arkeologi yang menyimpan peradaban gerabah di Papua. Beberapa situs berada di pesisir utara Papua, pulau lepas pantai Papua, sampai kawsan pesisir Kepala Burung. "Yang tidak ditemukan gerabah yaitu pesisir selatan Papua dan pegunungan Papua," ungkapnya kepada National Geographic Indonesia. "Untuk kawasan Danau Sentani," imbuhnya, "tertua di Situs Yomokho, Sentani Timur dengan pertanggalan 2.590 tahun yang lalu."
Budaya gerabah memang jarang ditemukan di Tanah Papua. Tradisi pembuatan gerabah tertua di Papua berada di Kayu Batu di Kota Jayapura, Abar di Sentani, Kurudu di Yapen, Mansinam di Manokwari. Sekarang, "yang masih eksis hanya Abar saja," ujarnya.
Baca Juga: Pusparagam Cycloop: Asal-Usul Pulau Seniman Lukis di Danau Sentani
Kini, satu-satunya komunitas yang melestarikan budaya kerajinan tembikar Papua adalah warga Kampung Abar. Kampung ini berlokasi di tepian Danau Sentani, tidak begitu jauh dari Situs Yomokho.
Hari menjelaskan bahwa warga Kampung Abar membuat gerabah dari bahan tanah liat dan dibentuk menjadi berbagai hasil kerajinan. Helai atau sempe untuk membuat papeda sekaligus tempat makan, hele sebagai tempat penyimpan sagu, ebe hele untuk memasak ikan dan sayuran, bhu ebe sebagai tempat air, hote tempat menyajikan ikan dan sayuran, dan kendanggalu sebagai mencetak sagu bakar.
"Gerabah Kampung Abar memiliki ciri khas dengan dasar cembung," ujarnya, "sehingga memerlukan dudukan dari anyaman rotan melingkar disebut mauka."
Baca Juga: Pusparagam Cycloop: Memuliakan Perempuan dengan Hutan Perempuan
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR