Para ilmuwan sebenarnya telah mengetahui tentang spesies I. coindetii selama lebih dari 180 tahun dan telah mengamati spesies ini secara luas di sekitar Mediterania dan kedua sisi Atlantik. Namun ini adalah pertama kalinya mereka mengidentifikasi kantung telur cumi-cumi di alam liar, tulis para peneliti tersebut.
"Kami melihat apa yang ada di dalam bola itu sebenarnya, menunjukkan
embrio cumi-cumi pada empat tahap berbeda," kata penulis utama studi ini, Halldis Ringvold yang menjabat sebagai manajer organisasi zoologi laut Sea Snack Norway, seperti dilansir Live Science. "Selain itu, kami dapat mengikuti bagaimana bola itu benar-benar mengubah konsistensinya --dari tegas dan transparan menjadi pecah dan buram-- saat embrio tersebut berkembang."
I. coindetii termasuk dalam kelompok cumi-cumi yang biasa disebut Ommastrephidae. Selama reproduksi, betina dalam kelompok ini menghasilkan bola telur besar --atau massa telur-- yang terbuat dari lendir mereka sendiri untuk menjaga embrio mereka tetap mengapung dan aman dari predator, kata Ringvold. Namun, penampakan massa ini jarang terjadi.
Ketika penampakan gumpalan-gumpalan di Norwegia itu menjadi berita internasional beberapa tahun lalu, beberapa peneliti menduga bahwa bola tersebut adalah massa telur Ommastrephid, seperti yang dilaporkan Live Science sebelumnya. Tetapi tanpa analisis DNA dari jaringan gumpalan itu, para peneliti tidak bisa menunjukkan kaitannya spesies cumi-cumi tersebut.
Jadi, Ringvold dan rekan-rekannya meluncurkan kampanye sains warga yang mendorong para penyelam untuk mengumpulkan sampel jaringan kecil dari setiap gumpalan yang mereka temui di perairan dekat Norwegia. Pada 2019, para penyelam datang dengan sampel jaringan dari empat gumpalan terpisah, yang mereka kumpulkan dalam botol plastik kecil dan disimpan di lemari es rumah. Menurut penelitian, proses pengumpulan jaringan ini tampaknya tidak merusak massa telur tersebut.
Analisis DNA dari jaringan mengkonfirmasi bahwa keempat gumpalan mengandung cumi-cumi I. coindetii, tulis para peneliti.
Baca Juga: Wabah Tikus Serang Queensland Australia, Petani Rugi dan Hotel Tutup
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR