Pada 1966, terjadi kekisruhan dalam tubuh partai banteng itu, sehingga kepemimpinan beralih ke kubu konservatif yang didukung Soeharto. Apakah itu penyebab Soeroto diberhentikan? Barangkali.
Dalam bagian akhir buku itu Sitisoemandari mengisahkan bahwa beberapa tahun setelah turbulensi politik, Soeroto berupaya mencari kembali ketiga lukisan amanat Kardinah. Dia mencoba mencari jejaknya, baik menanyakannya ke pegawai kementerian, maupun bertanya langsung kepada janda Prijono. Namun, tak seorang pun yang pernah menyaksikan lukisan itu.
“Maka alangkah sayangnya, jikalau lukisan-lukisan itu sungguh-sungguh tidak dapat diketemukan kembali,” pungkas Sitisoemandari dalam bukunya. “Itu akan merupakan kerugian besar bagi sejarah nasional kita.”
Sitisoemandari wafat pada 1994 dalam usia 85 tahun. Sekitar dua tahun kemudian Soeroto menyusulnya, wafat dalam usia 84 tahun.
Muhammad Afif Isyarobbi, pendiri komunitas Rumah Kartini, menyusuri jejak ketiga lukisan itu di Jakarta pada 2019. Komunitasnya bergerak mengumpulkan dan memelajari data-data sejarah yang berhubungan dengan seni, budaya, dan pusaka Japara. Salah satu upaya mereka adalah mereproduksi karya Kartini, seperti mebel, kerajinan kayu, batik, dan lukisan.
“Kami mereproduksi lukisan karya Mbah Kartini,” ujar Afif kepada National Geographic Indonesia. “Seperti lukisan empat angsa karya Mbah Kartini yang direpro dari arsip KITLV.” Saat ini pemilik lukisan aslinya tidak diketahui karena Kartini mengirimkannya lewat lembaga “Oost en West” untuk dijual di Toko Boeatan, Belanda.
Baca Juga: Investigasi Terbunuhnya Kapten Tack di Kartasura
Afif bertamu ke kediaman Myrtha di selatan Jakarta untuk melacak informasi terkait ketiga lukisan itu. Setelah itu dia melanjutkan ke Galeri Nasional Republik Indonesia di Jakarta Pusat. Kendati penelusurannya belum menjawab di mana ketiga lukisan itu berada, di sini dia mendapatkan informasi bahwa “Setelah Gestapu barang-barang karya seniman di [Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan] Jalan Cilacap banyak yang hilang,” ujarnya.
“Kerajaan Belanda mengoleksi lukisan Mbah Kartini,” kata Afif. Setidaknya dua lukisannya dipajang di Indischezaal, Paleis Noordeinde. “Kendati kita tidak menemukan tanda tangannya.”
Menurut Afif, lukisan Kartini memiliki “cara mewarnainya yang khas Eropa dan dilukis bukan di kain kanvas, tetapi di papan kayu yang dibingkai ukiran kayu jati.” Sejauh ini karya lukis Kartini yang dikoleksi Paleis Noordeinde menggunakan media papan kayu, mungkin lukisan yang hilang itu juga menggunakan media yang sama.
Dalam sejarah seni rupa Indonesia, Raden Saleh ditahbiskan sebagai pelopor seni rupa modern. Lalu, siapa pelopor pelukis perempuan kita? Afif menduga, “Barangkali Mbah Kartini adalah pelukis perempuan yang pertama di Indonesia.”
Kepala Galeri Nasional Republik Indonesia Pustanto mengatakan kepada National Geographic Indonesia bahwa dalam kajian internal lembaganya, ia kerap mendiskusikan peran Kartini di bidang seni rupa, termasuk dengan para kurator. "Kami ada keinginan untuk melakukan riset tentang peran Kartini," ungkapnya, "sebagai salah satu tokoh seni rupa pribumi di era Hindia Belanda seperti tokoh seni rupa lainnya."
Baca Juga: Selidik Kisah dan Filosofi di Balik Corak Keindahan Batik Lasem
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR