“Jantan yang luka atau tidak diterima di tempat lain biasanya akan bergabung membuat male band. Mereka bisa membina sebuah kelompok jantan untuk menyerang kelompok lain. Jumlahnya bisa lima hingga sepuluh,” jelas Jatna.
Kelompok jantan seperti ini akan selalu memantau kelompok-kelompok yaki yang ada di sekitar mereka dan menguji kekuatan mereka terhadap alpha male kelompok tersebut. Jika mereka bisa diterima dalam suatu kelompok, bisa jadi mereka akan membawa seluruh jantan yang ada dalam male band untuk merombak hierarki kelompok yang ia masuki. “Bisa terjadi keributan yang amat besar,” ujarnya dengan penuh penekanan.
Napoleon dan jantan yang belum bernama ini adalah contoh jantan yang ingin menguji kekuatan mereka terhadap kelompok Pantai Batu sepeninggalan Luke. Napoleon sudah mulai diterima, setidaknya oleh para betina dan anak-anak. Menurut Pascal, Napoleon masih menduduki posisi terendah dalam kelompok ini. Tetapi setidaknya ia sudah bisa bergaul walau masih malu-malu menghadapi jantan lain. Namun, tidak demikian dengan jantan tak bernama yang masih melakukan pendekatan.
Untuk mengetahui tingkat stres pada jantan yang baru masuk ke dalam kelompok, Pascal mengambil sampel feses jantan baru serta jantan yang menduduki peringkat tinggi dalam kelompok, seperti Raja. Selama dua minggu pertama sampel diambil dengan frekuensi dua kali sehari kemudian selanjutnya sehari sekali. Dari sampel ini para peneliti akan mendapatkan tingkat stres dari kandungan hormon testosteron yang ada di dalamnya.
Bersama Pascal, kami menyaksikan bagaimana si jantan tak bernama mengikuti kelompok Pantai Batu dalam jarak tertentu. Kadang ia dikejar oleh Napoleon, kadang didekati pula oleh jantan muda yang ada di sana, atau menjauhi kelompok untuk beberapa waktu hingga Pascal kehilangan jejaknya di balik rimbunnya kanopi hutan.
!break!
SUATU HARI DI SEBUAH ruang kelas yang terletak tak jauh dari pelabuhan di Desa Batuputih—tempat para nelayan sibuk menurunkan hasil tangkapan ikan dari laut yang masih memantulkan sinar keperakan dari arah timur—dengan mata jenaka Victor Wodi berdiskusi dengan para siswa sekolah dasar kelas empat. Di papan tulis yang tersorot oleh lampu proyektor, gambar sampah plastik, kota berpolusi, dan orang menggunakan masker silih berganti terpampang di sana.
Di atas meja, wajah-wajah yang terlihat dipenuhi rasa penasaran pun muncul, apalagi saat video tentang ekosistem hutan diputar. Agus, siswa paling aktif yang duduk di barisan terdepan, berbinar-binar menyambar pancingan yang dilemparkan oleh Victor, kadang dengan bahasa daerah. Gelak tawa pun memenuhi kelas. “Apa yang terjadi jika kita membuang sampah di laut?”
“Sabun mengandung zat apa yang membahayakan lingkungan?” Hingga…“Siapa yang pernah makan yaki?”
Mathilde Chanvin asal Prancis dan Victor warga Batuputih, berbagi ilmu konservasi di empat desa yang bersinggungan langsung dengan batas Cagar Alam Tangkoko, juga TWA Batuputih dan Batuangus. Mereka mendidik murid kelas satu hingga enam sekolah dasar, dengan menggandeng Macaca Nigra Project serta Pusat Penyelamatan Satwa di Tasikoki, Sulawesi Utara, untuk memaparkan seluk beluk yaki serta satwa endemik Sulawesi lainnya.
Pada suatu malam tercurah hujan, Victor berkisah kepada saya saat mereka memulai proyek ini dengan membagikan kuesioner kepada anak-anak di tempat mereka mengajar. Salah satunya berisi pertanyaan: apa yang kamu lakukan saat melihat yaki? Di Batuputih, tempat mata pencaharian penduduk adalah menangkap ikan laut, anak-anak menulis: senang atau gembira.
Namun saat pertanyaan ini diajukan kepada anak-anak di daerah Pinangunian di sebelah timur cagar alam, jawaban yang mereka dapatkan adalah: menembak dan memakannya.
Yunus Masala dari Kepolisian Hutan yang bertugas di TWA Batuputih teringat, bagaimana ia harus mengerahkan pasukannya termasuk sukarelawan dari kelompok pecinta alam menjelang Natal dan tahun baru, melalui kegiatan yang disebut sebagai Operasi Lilin untuk mencegah perburuan yaki dan satwa lainnya.
Pada saat-saat itulah permintaan masyarakat setempat akan daging meningkat pesat. Pemburu pun akan tinggal di dalam hutan selama beberapa hari untuk mengumpulkan daging binatang. Mereka melakukan pengasapan daging di dalam kawasan. Biasanya pembeli sudah menunggu di tepi hutan untuk mendapatkan apa yang mereka tangkap.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR