Nama genusnya, Acinonyx, berasal dari bahasa Yunani yang berarti “duri” atau “cakar” dan mengacu pada cakar cheetah yang dapat ditarik sebagian, ciri khas yang tidak ditemui pada keluarga kucing lainnya. Tidak seperti singa dan macan tutul—yang cakarnya dapat ditarik penuh, dipakai untuk merobek daging dan memanjat pohon—cakar cheetah seperti paku pada sepatu lari.
Fungsinya pun serupa: untuk jejak yang mantap dan akselerasi cepat. Semua yang dimiliki cheetah dirancang untuk kecepatan—untuk mencapai kecepatan tinggi dalam sekejap mata. Jika cheetah diadu dengan Lamborghini di jalan bebas hambatan, keduanya berpeluang sama untuk lebih dahulu menembus batas kecepatan.
Dari keadaan diam, keduanya dapat mencapai kecepatan 100 km/jam dalam waktu kurang dari tiga detik, namun cheetah dapat mencapai 70 km/jam dalam beberapa langkah pertama. Dan langkahnya pun luar biasa. Berkat tulang belakangnya yang lentur dan panjang, serta kakinya yang gesit, cheetah bisa melesat melebihi 7,5 meter sekali lompat.
Sekali saja seorang atlet bisa melompat sejauh itu—setelah berlari kencang—dijamin lolos ke Olimpiade. Sementara cheetah pada kecepatan puncaknya dapat melakukan lompatan seperti itu hingga empat kali setiap detik.
Kemampuan super seperti itu memberi cheetah aura gaib di zaman kuno. Orang Mesir merupakan yang pertama menjadikannya hewan peliharaan dan mengabadikannya dalam gambar di makam dan kuil, hampir 4.000 tahun yang lalu. Di India, Iran, dan Arab, berburu dengan membawa cheetah—atau “macan tutul pemburu”, demikian sebutannya—menjadi olah raga yang sangat populer di kalangan bangsawan.
!break!
Dalam istana sultan Mughal, cheetah menjadi tema lukisan, permadani, dongeng, dan syair. Cheetah kesayangan sultan berhias kalung permata dan menjadi bintang dalam arak-arakan kerajaan. Cheetah tetap populer di Arab Saudi dan negara-negara Teluk.
Di sana, anakannya berharga hampir seratus juta rupiah. “Para anak muda kaya membeli cheetah dan mobil sport demi gengsi,” kata Mordecai Ogada, ahli biologi margasatwa Kenya yang meneliti hubungan antara cheetah dan manusia serta perdagangan margasatwa. “Ini khas OKB zaman sekarang.”
Di tempat seperti Uni Emirat Arab, tidak ada ketentuan yang pasti mengenai cheetah. “Impor dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” kata Ogada, “tapi begitu tiba di sana, diperdagangkan secara terbuka. Cheetah selundupan dapat dengan mudah ‘dicuci’ dan dibuat seolah-olah hasil penangkaran legal. Sulit untuk menentukan asal-usulnya kecuali kita melakukan analisis genetik dan mengenalinya sebagai anggota subspesies endemik daerah tertentu.”
Banyaknya cheetah liar yang diperdagangkan tidak diketahui dengan pasti, tetapi ada bukti bahwa perdagangan anak cheetah liar merupakan bisnis besar. Bahkan pencarian sepintas di internet memunculkan banyak tawaran anak cheetah dari “peternak” di tempat-tempat seperti Dubai.
Banyak penyelundup cheetah yang ditangkap tahun lalu di Tanzania dan Kenya, dan kabarnya penjualan anak cheetah meruyak hingga ke Kamerun. “Saya menduga masalah ini lebih besar daripada perkiraan kita,” kata Yeneneh Teka, kepala Direktorat Perlindungan dan Pengembangan Suaka Margasatwa Etiopia.
“Melibatkan banyak uang, dan seperti penyelundup narkoba dan senjata, pihak yang menyelundupkan satwa liar juga memiliki jaringan kuat.”
Tahun lalu, pemerintah Etiopia melakukan tindakan keras terhadap penyelundupan satwa liar dan membentuk program pelatihan bagi penjaga perbatasan dan petugas bea cukai. Pengetatan hukum ini membuahkan hasil ketika petugas mencegat kiriman anak cheetah yang akan diselundupkan ke Somalia.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR