Pada 2000, dengan persetujuan eksplisit dari Mugabe, pendukung ZANU-PF yang menganggur dipimpin oleh veteran perang bersenjatakan kapak dan parang menyerbu peternakan, meneriakkan, “Hondo! Perang!” Pasokan bahan pangan dalam negeri menukik tajam. Pada 2005, setelah MDC memenangi beberapa kursi di parlemen, Mugabe membalas dengan meluncurkan Operasi Murambatsvina (Operasi Singkirkan Kotoran).
!break!
Di seluruh penjuru negeri, kios di pasar dan rumah milik masyarakat kota miskin dihancurkan. Mereka umumnya anggota pendukung oposisi ZANU-PF. Diperkirakan, sekitar 700.000 orang kehilangan rumah atau mata pencaharian dan lebih dari 2 juta orang semakin terpuruk dalam jurang kemiskinan.
Lalu, dalam putaran pertama pemilu yang diselenggarakan pada 2008, ZANU-PF pimpinan Mugabe akhirnya kalah dari MDC pimpinan Tsvangirai. Para pendukung dan pejabat ZANU-PF menuntut putaran kedua dan melakukan perusakan ganas yang dibiayai pemerintah. Ratusan pendukung MDC tewas dan ribuan luka-luka, ratusan wanita dan anak perempuan diperkosa, dan puluhan ribu orang menjadi pengungsi di dalam negeri.
“Jika Anda ingin bunuh diri pada 2008, Anda hanya perlu mengenakan kaos MDC,” kata mereka kepada saya. Pada November tahun itu, Steve Hanke, profesor ekonomi di Johns Hopkins University di Baltimore, mencatat laju inflasi bulanan di Zimbabwe mencapai 79,6 miliar persen.
Untuk menghindari pertumpahan darah yang lebih parah dan kehancuran ekonomi yang lebih tak terbayangkan lagi, Tsvangirai menarik diri dari pencalonannya. Lalu, Mugabe menyatakan dirinya sebagai pemenang. Mugabe mempertahankan kendali atas tambang, tentara, dan polisi serta pelayanan intelijen—dengan kata lain, segala sesuatu yang akan menjamin kelangsungan dominasinya.
Tsvangirai membawahi kementerian keuangan, pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup—dengan kata lain, segala sesuatu yang menjamin dia tidak akan memperoleh kekuasaan.
Masa penantian yang rapuh pun berlangsung—masa penantian melemahnya cengkeraman Mugabe atas kekuasaannya atau menunggu kematiannya (Mugabe dilahirkan pada 1924). Tetapi, Mugabe terlihat masih segar bugar. Pada 2012, organisasi nirlaba yang berbasis di Washington D. C., Fund for Peace, memberi Zimbabwe peringkat kelima pada Failed States Index yang disusun setiap tahunnya.
Tetapi, ketika saya tiba di negara itu pada pertengahan Oktober 2012, kehidupan di ibu kota Harare tampaknya berjalan seperti biasa. Penemuan berlian di bagian timur negara itu pada 2006 disebut sebagai penemuan tambang berlian terbesar di dunia.
Arus masuk pendapatan dari industri berlian mampu memoles kota itu. Hasilnya: penggunaan dolar AS dalam perdagangan, mobil baru berseliweran, toko barang impor dari Afrika Selatan, rumah mewah menjamur di daerah pinggiran kota.
!break!
Namun, di balik kesan keteraturan itu, keresahan tetap membara. Jelang pemilu yang dijadwalkan pada Juli 2013, sejumlah geng pemuda ZANU-PF mulai menebar teror di pasar yang padat. Di televisi internasional, pejabat ZANU-PF secara terang-terangan mengancam bahwa mereka tidak akan mendukung kemenangan Tsvangirai. Posisi Tsvangirai sebagai alternatif kuat untuk menggantikan Mugabe mulai dipertanyakan.
Sementara itu, personel Central Intelligence Organization (CIO) konon memantau kegiatan warga. “Ya, ada orang yang mengatakan agar saya berhati-hati,” ujar Tafadzwa Muzondo, penulis skenario Zimbabwe berusia 33 tahun. “Tapi, saya harus melakukan tugas saya. Hal yang terpenting adalah saya seorang warga negara.
Seniman adalah pekerjaan saya. Dan, bukankah lebih baik untuk mengatakan di akhir hidup kita bahwa kita pernah mencoba untuk membuat perbedaan?” Muzondo menyarankan agar kami bertemu di belakang Galeri Nasional di Taman Harare. Saat itu pagi berkabut dan ancaman badai tercium di udara.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR