Sebagai gantinya, dia memilih menghujani orang kaya dengan pajak bumi dan bangunan—dan untuk pembangunan kanal kapal besarnya, dia menyita tanah mereka. Senat tidak membiarkannya. Nero berusaha sebisanya mengakali para senator—"Dia sering membuat kasus palsu untuk menyeret orang kaya ke pengadilan dan menjatuhkan denda besar," kata Beste—tetapi musuh Nero bertambah dengan cepat. Salah satunya adalah ibunya, Agrippina, yang tidak suka kehilangan pengaruh dan karenanya mungkin berkomplot untuk menempatkan anak tirinya, Britannicus, sebagai penerus takhta yang sah. Musuh lain Nero adalah penasihatnya Seneca, yang diduga terlibat dalam persekongkolan untuk membunuh Nero. Pada 65 M, ibu, adik tiri, dan penasihat sudah dibunuh semua.
!break!
Ketika berada di kota Roma sembari membahas sang kaisar terakhir dinasti Julius-Claudius bersama cendekiawan dan tokoh politik, orang tergoda membandingkan kebesaran Nero dengan penampilan seorang pemimpin Italia yang jatuh baru-baru ini.
"Nero itu bodoh dan megalomaniak, tetapi orang bodoh juga bisa memesona dan menarik," kata Andrea Carandini. "Hal yang diciptakannya, yang dicontoh oleh semua demagog setelah dirinya, adalah bahwa dia menghargai rakyat jelata. Sangatlah berarti bahwa dia mengundang semua warga kota ke Domus Aurea, yang meliputi sepertiga wilayah kota itu, dan menyelenggarakan pentas besar. Ini televisi! Dan Silvio Berlusconi melakukan hal yang persis sama, menggunakan media untuk menjalin kedekatan dengan rakyat jelata."
Seluruh kompleks istana itu ditata seperti pentas, dengan hutan, danau, dan promenade yang boleh dikunjungi siapa saja. Tetapi, revisionis Nero, Ranieri Panetta, mengakui, "ini menimbulkan skandal, karena wilayah Roma yang seluas itu hanya milik satu orang. Ini bukan masalah kemewahannya—rumah seindah istana bertebaran di seluruh Roma selama berabad-abad. Ini masalah ukurannya. Ada corat-coret: \'Warga Romawi, tidak ada tempat lagi untukmu, kau pindah saja ke [desa tetangga] Veio.\'" Meskipun sangat terbuka, pada akhirnya Domus Aurea melambangkan kekuasaan tak terbatas satu orang, sampai ke material yang membangunnya. "Tujuan menggunakan marmer begitu banyak bukan hanya untuk pamer kekayaan," kata Irene Bragantini, pakar lukisan Romawi. "Semua marmer berwarna ini berasal dari berbagai pelosok kekaisaran yang lain—dari Asia Kecil, Afrika, dan Yunani. Tujuannya adalah menunjukkan bahwa dia bukan hanya mengendalikan rakyat, melainkan juga sumber dayanya. Dalam rekonstruksi saya, yang terjadi pada zaman Nero adalah bahwa untuk pertama kalinya terdapat kesenjangan besar antara kelas menengah dan kelas atas, karena hanya kaisar yang berkuasa untuk memberi marmer."
Paradoks mulai membentuk masa kekuasaan Nero. Dia menjadi penghibur utama rakyat, tetapi kian meninggikan diri. "Sambil memisahkan diri dari Senat dan berusaha mendekati rakyat, dia memusatkan kekuasaannya bagaikan firaun Mesir," kata Ranieri Panetta.
"Dia ingin dekat dengan rakyat," kata profesor arsitektur Yunani dan Romawi, Alessandro Viscogliosi, yang merancang rekonstruksi 3-D Domus Aurea dengan komputer. "Tetapi sebagai dewa mereka, bukan teman mereka."
!break!
Suatu malam saya sedang menikmati santapan di enoteca (penyimpanan anggur) megah di dekat Piazza Navona yang bernama Casa Bleve. Manajernya menawarkan untuk mengajak saya ke gudang anggur bawah tanah. Di sekeliling rak botol Barolo dan Chianti terdapat sisa-sisa batu bangunan kuno.
Saya kemudian menyebutkan hal ini kepada arkeolog Filippi. Komentarnya tentang peninggalan Roma yang langgeng ini, "Segala sesuatu di bawah wilayah itu adalah Campo Marzio, daerah kota yang sedang dibangun Nero." Menemukannya tergantung nasib—jatah bagi pekerja jalur kereta api bawah tanah dan renovasi rubanah. Selain itu, kebesaran arsitektur dari masa kekuasaan Nero akan tetap terkubur di bawah selama berabad-abad.
Di seluruh bekas kekaisaran ini, ada satu tempat yang memilih merayakan Nero: Anzio, pantai terkenal untuk prajurit Amerika dalam Perang Dunia II. Di sinilah Nero lahir dan memiliki vila lain—kini sebagian besar terendam air, tetapi berbagai artefak dari kompleks itu disimpan di museum setempat. Pada 2009, wali kota Anzio, Luciano Bruschini, mengumumkan niatnya untuk memesan pembuatan patung bagi sang putra daerah kondang yang dilahirkan di kota itu. Patung itu diresmikan pada 2010. Sekarang terletak di tepi laut, menampilkan sang kaisar pada usia awal 20-an yang memukau. Tingginya sekitar dua meter, berdiri di atas tiang dengan mengenakan toga. Matanya tajam sementara tangan kanannya terulur dan menunjuk ke perairan penuh misteri. Plakatnya mencantumkan nama gelarnya secara lengkap dalam bahasa Italia—Nerone Claudio Cesare Augusto Germanico—dan mengabadikan kelahirannya di sini, Anzio, pada 15 Desember 37. Lalu, setelah menjabarkan garis keturunannya, plakat itu berbunyi: "Selama masa kekuasaannya, kekaisaran Romawi menikmati masa damai, kemegahan, dan reformasi penting."
!break!
Bruschini berkata kepada saya pada suatu pagi di kantornya. "Saya menganggap Nero kaisar yang baik, bahkan hebat, dan mungkin yang paling dicintai di seluruh kekaisaran itu. Dia reformator besar. Para senator waktu itu kaya, dan memiliki budak. Nero mengambil dari mereka dan memberi kepada orang miskin. Dia sosialis pertama!"
Bruschini tersenyum dan melanjutkan, "Setelah terpilih, saya memutuskan untuk memulihkan reputasi Nero. Kami memajang poster yang berbunyi: \'Anzio, Kota Nero.\' Sebagian orang berkata, \'Tetapi, Pak Wali Kota, dia membunuh banyak orang Kristen.\' Kata saya, \'Hanya beberapa, tidak sampai ribuan orang, seperti yang dibunuh kaisar Romawi setelahnya.\'"
Kadang-kadang dia menyimak komentar wisatawan yang membaca plakat—"kedamaian, kemegahan, dan reformasi penting"—dan bergumam, "Omong kosong." Mereka orang yang percaya mitos sampai akhir hayat, Bruschini menyimpulkan. Sama seperti orang yang percaya omong kosong tentang Nero yang bermain biola sementara Roma terbakar, dan orang yang tidak memahami tragedi hari terakhir Nero: penguasa yang terpaksa kabur. Akan tetapi, Raja bocah itu kini sudah pulang.
—
Robert Draper adalah penulis kontributor untuk majalah ini. Untuk menangkap Roma secara visual, Richard Barnes memotret arsitektur kuno dan Alex Majoli menampilkan kehidupan zaman modern.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR