Lokasi penjualan gudeg pertama di Yogyakarta ada di seputaran Jalan Wijilan, tidak jauh dari Keraton Yogyakarta.
Seiring dengan dinamika kota, banyak nilai tanda yang kemudian disematkan pada gudeg. Nilai tanda tersebut di antaranya ikon nostalgia, oleh-oleh, dan kenangan personal lainnya. Gudeg menjadi simbol perubahan kota yang menyesuaikan tanpa meninggalkan bentuk aslinya sesuai kebutuhan dan keberagaman peminatnya. Gudeg basah tetap masih banyak dijumpai di setiap ruas jalan dan pasar tradisional. Akan tetapi, di saat yang bersamaan ada gudeg kering dalam kendil dan gudeg kaleng yang bisa dinikmati orang luar daerah dan luar negeri.
Beberapa orang yang saya temui melihat gudeg sebagai kendaraan untuk ingatan masa kanak-kanak dan keluarga. Sebagian lagi mengingatnya sebagai menu sarapan sebelum berangkat kuliah. Sementara saya dan beberapa orang lain menyematkan tanda gudeg sebagai makanan istimewa. Ibu saya selalu membelikan gudeg bagi anggota keluarga yang sakit sebagai menu sarapan sebelum minum obat. Atau, ibu membelikannya untuk bekal saya ketika hendak memulai perjalanan jauh.
Katanya, agar saya ingat pulang.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR