Sekelompok peneliti berhasil membuat basis data informasi air tanah global, termasuk peta wilayah-wilayah air tanah beserta tingkat kebutuhannya.
Menurut Marc Bierkens dari Utrecht University, Belanda, yang juga ketua tim peneliti, pertumbuhan populasi disertai penggunaan air tanah untuk keperluan irigasi tanpa upaya mengisi kembali persediaan air bakal menimbulkan bencana lingkungan dan sosial yang dahsyat. "Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi," ujarnya.
Basis data air tanah global diperoleh dengan membandingkan persediaan air tanah dari hujan dan sumber lainnya terhadap jumlah yang disedot untuk pertanian dan keperluan lainnya. Para peneliti juga menggunakan berbagai model untuk memperkirakan laju asupan dan keluaran air tanah. Dengan menggunakan teknik-teknik tersebut, diperoleh data bahwa persediaan air tanah global telah menyusut lebih dari dua kali lipat antara tahun 1960 dan 2000, dengan jumlah yang hilang dari 126 kilometer kubik sampai 283 kilometer kubik air setiap tahunnya.
Air tanah mencakup 30 persen dari keseluruhan persediaan air tawar di Bumi, dengan persentase air permukaan sebesar satu persen. Sementara sumber-sumber air tawar lainnya "terkunci" di gletser dan lempeng-lempeng es kutub. Artinya, pengurangan suplai air tanah memiliki dampak luar biasa bagi populasi manusia yang terus bertumbuh.
Bierkens mengatakan, beberapa negara memang bisa menggunakan teknologi yang mahal untuk mendapatkan air tawar untuk produksi pangan, melalui instalasi desalinasi atau teknologi asupan air tanah artifisial. "Namun, banyak yang tidak sanggup melakukannya," katanya.
Hasil penelitian ini akan diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters yang diterbitkan oleh American Geophysical Union.
Sumber: ScienceDaily.com
PROMOTED CONTENT
REKOMENDASI HARI INI
Mengapa Energi Panas Bumi di Flores Ramah Lingkungan dan Perlu Dimanfaatkan?
KOMENTAR