Sekelompok ilmuwan asal Rusia menyimpulkan kalau lumpur Sidoarjo (LUSI) terjadi karena serangkaian kejadian seismik yang mengaktifkan kembali struktur gunung lumpur. Hasil penelitian yang diumumkan Kamis (30/9) tersebut menyebutkan pengeboran sumur gas di daerah tersebut tidak mungkin menyebabkan semburan lumpur.
Hasil penelitian para ilmuwan Rusia, yang dipimpin oleh Dr. Sergey V. Kadurin dari Odessa University, Ukraina, mendapati kalau ada dua gelombang patahan membujur dari timur ke barat, membelah banyak patahan vertikal yang membujur dari selatan ke utara. Laporan para peneliti menyebutkan kalau zona ini sangat tidak stabil dan memiliki banyak celah bagi air untuk bergerak. Danau lumpur yang kini terjadi berada di daerah patahan-patahan tersebut. Mereka juga mendapati dua aliran lumpur yang sedang menuju permukaan.
Gempa berkekuatan 4,4 dalam Skala Ritcher yang berpusat tepat di bawah lokasi semburan lumpur pada tahun 2005--10 bulan sebelum semburan--seperti diperlihatkan Dr. Karudin pada presentasinya, menyebabkan patahan berubah, mengakibatkan air bercampur lumpur bergerak naik karena tekanan. Kemudian, kondisi itu diperparah dengan gempa di Yogyakarta pada 27 Mei 2006--2 hari sebelum semburan--semakin membuat air bercampur lumpur naik hingga permukaan. Dr. Kadurin menegaskan kalau semburan lumpur mungkin tetap akan terjadi meskipun di daerah tersebut tidak diadakan pengeboran.
Menanggapi hasil penelitian yang diawali pada tahun 2007 tersebut, Dr. R. Sukhyar, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menyebutkan, "Rusia berpengalaman dalam hal ini. Penelitian mereka memberikan pandangan baru bagi fenomena yang baru sekali terjadi di dunia." Meski demikian, ia mengaku belum banyak berinteraksi dengan para ilmuwan Rusia tersebut.
Hasil penelitian tim ilmuwan dari Rusia ini tidak sesuai dengan hasil penelitian tim ilmuwan asal Inggris yang telah diumuumkan pada Februari lalu. Penelitian ilmuwan Inggris itu menyebutkan kalau semburan LUSI diakibatkan oleh keteledoran manusia. "Mereka telah salah memperkirakan tekanan yang bisa ditoleransi oleh sumur yang mereka bor. Saat mereka gagal menemukan gas setelah mengebor, mereka menarik alat bor keluar saat lubang sangat tidak stabil," kata Durham dikutip oleh Detik.com."akibatnya lubang sumur mendapat "tendangan" dari tekanan air dan gas dari susunan batu-batuan sekitarnya. Hasilnya adalah semburan lumpur yang terus-menerus," tambahnya.
Luasi danau LUSI kini sudah lebih dari 600 hektare dan mengakibatkan kerusakan yang sangat luas serta membuat puluhan ribu penduduk dievakuasi. Dr. Ir. Hardi Prasetyo dari BPLS mengatakan, "Berita baiknya, saat ini jumlah semburan lumpur menurun, tapi masih dinamis. Bagi kami, LUSI masih misteri."
Foto oleh Nanto Prasetyo/Fotokita.net
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR