Nationalgeographic.co.id—Komisi Uni Eropa telah mengadopsi paket proposal untuk membuat kebijakan iklim, energi, penggunaan lahan, transportasi, dan perpajakan Uni Eropa guna mengurangi emisi gas rumah kaca bersih setidaknya 55% pada 2030 mendatang.
Hal ini amat penting bagi ambisi Eropa menuju benua netral iklim pertama di dunia pada 2050. Serta membuat European Green Deal menjadi kenyataan. Tujuannya untuk mengubah dasar ekonomi dan masyarakat yang lebih hijau.
"Rencana aksi ini akan kita jawab melalui proposal Komisi Uni Eropa minggu lalu, yang kita sebut sebagai 'Fit for 55'. Tujuan jangka panjang kita ingin meuwujudkan nol emisi di tahun 2050," kata H.E Vincent Piket, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia di seminar daring Kesepakatan Hijau Eropa dan Pkaet Kebijakan Iklim 'Fit for 55': Apa Artinya Bagi Indonesia?
Menurut Piket, ada empat elemen yang ditawarkan, tentu hal ini di bawah payung hukum supaya legislasi semakin ambisius. "Paket proposal ini ingin memperkuat undang-undang yang ada dan supaya bisa lintas sektoral, tata guna lahan, pembangunan, dsb," katanya.
Elemen itu meliputi beberapa hal sebagai berikut:
Harga: Sistem perdagangan emisi yang lebih kuat termasuk di bidang penerbangan, memperluas perdagangan emisi ke maritim, transportasi jalan, dan bangunan, arahan perpajakan energi yang diperbarui, mekanisme penyesuaian batas karbon baru.
Target: Pembaruan peraturan pembagian upaya, pembaruan tata guna lahan perubahan penggunaan lahan dan peraturan kehutanan, pembaruan arahan energi terbarukan, pembaruan arahan efisiensi energi.
Aturan: CO2 yang lebih ketat, kinerja untuk mobil & van, infrastruktur baru untuk bahan bakar alternatif, ReFuelEU: Bahan bakar penerbangan yang lebih berkelanjutan, FuelEU: Bahan bakar maritim yang lebih bersih.
Langkah-langkah dukungan: Menggunakan pendapatan dan peraturan untuk mempromosikan inovasi, membangun solidaritas dan mengurangi dampak kerentanan, terutama melalui Dana Iklim Sosial baru dan dana modernisasi dan inovasi yang ditingkatkan.
Baca Juga: Invasi Tikus Mengambil Alih Pulau di Polinesia, Pelestari Bersiasat
Keeempat hal itu, menurut Piket, adalah kunci penting dari mengurangi dampak CO2. Untuk pengurangan emisi, kebijakan menghadirkan standar baru bagi produk-produk Eropa. Walaupun harganya lebih mahal namun ia lebih rendah karbon.
Hal ini juga akan berdampak pada perdagangan eksternal Uni Eropa kedepannya. Secara bertahap impor dan ekspor akan berpaku pada produk-produk yang menyesuaikan dengan pembatasan karbon di produk-produknya, yang syaratnya sudah dibuat oleh Uni Eropa.
"Kita perlu melihat perspektif dan menunjukan bahwa mereka sudah membayar harga untuk karbon di dalam produksi mereka untuk barang impor. Saya ingin menunjukan bahwa mekanisme penyesuaian karbon ini merupakan satu langkah untuk menyeimbangkan biaya harga Uni Eropa dan negara lainnya," tutur Piket.
Pada perdagangan internasional, paket ini akan dlakukan secara berkala dan tentu membutuhkan kebutuhan logistik dalam pengiriman yang rendah karbon.
"Pastinya ada pengiriman untuk pertama kalinya. Kami akan memberikan pasokan bahan bakar keberlanjutan. Dan untuk perkapalan yang menggunakan teknologi nol emisi akan dipromosikan dengan mengatur adanya batasan. Untuk penggunaan energi di perkapalan," ucapnya.
Baca Juga: Kupu-Kupu Ini Adalah Serangga AS Pertama yang Punah Karena Manusia
Uni Eropa juga meminta pengusaha, konstruksi, dan sektor publik untuk lebih memerhatikan energi dengan merenovasi 3 persen bangunannya yang ramah lingkungan tiap tahunnya. Hal ini merupakan itikad baik untuk memberikan dampak baik pada lingkungan dan akan berguna untuk pemilik pekerjaan itu sendiri.
Setelah peraturan baru ini diberlakukan, Uni Eropa juga memperketat penggunaan barang yang sifatnya klasik. Seperti piring, alat makan, dan sedotan di Eropa.
"Memang kami akan mengimplikasikan target ambisius dan melakukan daur ulang dari bahan baku berbahan plastik. Kami berharap dengan ini menjadi masukkan juga untuk pemerintah Indonesia sebagai praktek terbaik dari tujuan yang ingin kita capai," kata Piket.
Terkait teknologi, Uni Eropa juga akan mendorong investasi kepada negara lain, khususnya Indonesia agar mengikuti syarat produk rendah karbon yang sudah ditingkatkan.
"Berkaitan dengan memperkenalkan teknologi baru, yang akan dibawa ke Indonesia, akan mendorong secara luar biasa. Walaupun tidak langsung, bukan hanya Uni Eropa tapi juga Indonesia," ucapnya.
European Green Deal, yang dipresentasikan oleh Komisi pada 11 Desember 2019 lalu, menetapkan tujuan menjadikan Eropa bsebagai benua netral iklim pertama pada 2050. Hal ini adalah bentuk kontribusi Uni Eropa untuk memenuhi tujuan Perjanjian Paris.
Source | : | Kesepakatan Hijau Eropa dan Pkaet Kebijakan Iklim 'Fit for 5 |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR