Dua gaya kaligrafi Islam bergaya Kufi dan Diwani digabungkan dalam pameran "How Art You Today?" di Grand Royal Panghegar, Bandung, pada hari Sabtu (6/8) hingga Kamis (25/8) untuk meramaikan bulan Ramadan.
"Tujuan pameran ini adalah agar kaligrafi bukan hanya jadi pajangan, tapi dapat dibaca oleh siapa pun," demikian menurut Abu Djumhur yang menggelar pameran. Ia juga menyebutkan bahwa pameran merupakan salah satu cara untuk memasukkan unsur Islam ke dalam rumah tiap orang.
Abu Djumhur mengaku bahwa kaligrafi yang dianggapnya lebih mudah dibaca dan ditulis tersebut ditemukannya sendiri. "Saya juga ingin membuat hal yang berbeda, biasanya orang membuat kaligrafi hanya Ayat Kursi, saya bisa membuat apa saja," tambahnya.
Untuk semua kaligrafinya, Warna yang digunakan oleh Abu adalah warna pastel yang memberikan kesan mewah dan nyaman untuk dilihat. "Penggunaan warna ini juga menjadi cara agar kaligrafi yang berbeda ini dapat dibaca," paparnya.
"Kalau di Timur Tengah, kaligrafi macam ini akan ditolak karena mereka memang berpatokan kepada delapan gaya penulisan kaligrafi. Sedangkan, saya menggabungkan dua dari delapan gaya tersebut, mereka akan menyebut saya tidak bisa menulis," jelas Abu. Dengan alasan itu, Abu hanya menjual kaligrafinya ke Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Selain Kaligrafi, Abu juga memamerkan fine art yang terbuat dari bahan-bahan bekas yang tak terpakai, seperti karung goni, sapu, dan lainnya. Karya seni tersebut dalam waktu dekat akan dipamerkan di Amsterdam, Belanda. "Yang saya pamerkan di sana hanya fine art saja, karena kaligrafi di sana tidak ada massanya," ungkap Abu yang memegang rekor MURI untuk lukisan terbesar di dunia yang dilukis di payung geulis.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Lampung, Eni Muslihah |
KOMENTAR