Nationalgeographic.co.id—Akibat kenaikan permukaan laut dan abrasi, lima pulau kecil di Pasifik tenggelam pada 2014. Kabar ini diganggap sebagai konfirmasi ilmiah pertama dari dampak perubahan iklim terhadap garis pantai di Pasifik.
Pulau yang tenggelam merupakan bagian dari Kepulauan Solomon. Negara yang terdiri atas ratusan pulau dengan populasi penduduk sekitar 640.000 jiwa ini terletak sekitar 1.000 mil di timur Papua. Kepulauan Solomon termasuk dalam 175 negara menandatangani perjanjian global di Paris untuk mengekang perubahan iklim.
Menurut penelitian yang dilaporkan dalam jurnal Environmental Research Letters, kepulauan ini telah mengalami kenaikan air laut rata-rata sebesar 10 milimeter pertahun selama lebih dari dua dekade.
Pulau-pulau yang hilang tersebut ukurannya berkisar antara 1 hingga 5 hektar, dan tak dihuni oleh manusia. Akan tetapi, ada enam pulau lain yang ukurannya cukup besar dan mulai terendam air, padahal dua di antaranya berpenghuni. Seluruh desa-desa di pulau tersebut hancur dan penduduknya direlokasi.
Salah satunya adalah Pulau Nuatambu, yang dihuni oleh 25 keluarga dan setengah luasnya menjadi tak layak huni sejak 2011.
Kepala Dewan Bencana Nasional Kepulauan Solomon, Melchior Mataki, mengatakan bahwa studi ini menimbulkan pertanyaan tentang peran pemerintah dalam perencanaan relokasi.
“Pada akhirnya ini membutuhkan dukungan dari mitra pengembangan dan mekanisme finansial internasional seperti Green Climate Fund,” ujar Mataki.
Green Climate Fund merupakan bagian dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim. Lembaga ini didirikan untuk membantu negara-negara mengatasi perubahan iklim.
Baca Juga: Prediksi 1972 Tentang Kehancuran Global pada 2040 Tampak Sesuai Jalur
Berdasarkan penelitian tersebut, beberapa penduduk Pulau Nuatambu pindah ke pulau vulkanik yang lebih tinggi. Beberapa orang lain terpaksa pindah dari Pulau Nararo.
Sirilo Sutaroti, salah satu penduduk yang direlokasi dari Nararo, berkata pada peneliti, “Permukaan laut mulai naik ke pulau, sehingga memaksa kami pindah ke puncak bukit dan membangun desa kembali di daerah yang jauh dari laut.”
Dari hari ke hari, permukaan laut dunia terus mengalami kenaikan. Apa penyebabnya, dan apa akibatnya?
Sampel inti, interpretasi pengukuran gelombang pasang, dan pengukuran satelit terbaru mengungkapkan pada kita bahwa selama abad terakhir, permukaan laut dunia telah meningkat antara 10 hingga 20 centimeter. Tingkat kenaikan permukaan laut dalam dua dekade terakhir mencapai 3,2 milimeter per tahun, dua kali lipat dari kecepatan rata-rata 80 tahun sebelumnya.
Selama seabad terakhir, pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas alami manusia lainnya telah melepaskan sejumlah besar gas pemerangkap panas ke atmosfer. Emisi ini menyebabkan suhu permukaan Bumi meningkat, dan lautan menyerap sekitar 80 persen panas tambahan ini.
Baca Juga: Petaka dari Dasar Bumi dan Luap Laut Jakarta. Apakah Kita Siap?
Kenaikan permukaan air laut terkait dengan tiga faktor utama, semuanya disebabkan oleh perubahan iklim global yang sedang berlangsung saat ini:
Ekspansi termal: Ketika suhu memanas, air laut akan memuai. Sekitar setengah kenaikan permukaan laut di abad lalu disebabkan oleh lautan hangat yang berupaya menempati lebih banyak ruang.
Melelehnya gletser dan tudung es kutub: Formasi besar es, seperti gletser dan tudung es kutub secara alami meleleh tiap musim panas. Saat musim dingin, salju, terutama yang terbentuk dari penguapan air laut, umumnya cukup untuk mengimbangi pencairan.
Baca Juga: Kenaikan Air Laut, Kota-kota di AS Ini Akan Tenggelam Pada 2100
Di masa kini, kenaikan suhu terus menerus yang disebabkan oleh pemanasan global menyebabkan pencairan musim panas menjadi lebih besar, sekaligus mengurangi jumlah salju yang turun pada musim dingin selanjutnya, dan mempercepat datangnya musim semi. Ketidakseimbangan ini menghasilkan dampak signifikan pada rasio penguapan air laut dan menyebabkan permukaan laut naik.
Hilangnya es dari Greenland dan Antarktika Barat: Seperti halnya yang terjadi pada gletser dan tudung es, peningkatan panas juga menyebabkan lapisan es raksasa yang menyelimuti Greenland dan Antarktika meleleh lebih cepat. Para ilmuwan juga meyakini air lelehan dari atas dan air laut yang merembes di bagian bawah lapisan, sangat efektif melelehkan es dan menyebabkannya lebih mudah terlepas dan hanyut di laut. Pemanasan suhu laut menyebabkan lapisan es raksasa yang membentang dari Antarktika, meleleh dari bawah, melemah, hingga akhirnya pecah.
Setelah tiga faktor di atas, berikut ini informasi tambahan seputar kenaikan permukaan laut.
Baca Juga: Kota-Kota Besar Dunia Akan Tenggelam, Bagaimana dengan Jakarta?
Konsekuensi
Ketika kenaikan permukaan laut mengalami percepatan seperti saat ini, sedikit kenaikan saja dapat menyebabkan efek merusak pada habitat pesisir. Ketika air laut mencapai lebih jauh ke pedalaman, hal itu dapat menyebabkan erosi, banjirnya lahan basah, kontaminasi tanah pertanian, dan hilangnya habitat ikan, burung serta tanaman.
Saat badai besar menghantam daratan, permukaan air laut yang lebih tinggi berarti badai akan menjadi lebih besar dan kuat, gelombang akan menyapu segala sesuatu yang dilewatinya.
Selain itu, ratusan juta orang yang tinggal di area pesisir akan sangat rentan diterjang banjir. Kenaikan permukaan air laut akan mendesak mereka untuk meninggalkan rumah dan pindah. Pulau-pulau dengan dataran rendah dapat terendam sepenuhnya.
Sampai seberapa tinggi?
Kebanyakan prediksi mengatakan bahwa pemanasan planet akan terus berlanjut dan meningkat. Jika demikian, maka permukaan lautan juga akan mengalami kenaikan. Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim mengatakan bahwa kita bisa memperkirakan kenaikan permukaan air laut antara 28-98 cm pada tahun 2100 mendatang. Kenaikan ini cukup untuk menenggelamkan beberapa kota di sepanjang pesisir timur Amerika Serikat. Perkiraan yang lebih mengerikan menyebutkan, pemanasan global dan dampaknya, termasuk pencairan seluruh lapisan es Greenland, akan menyebabkan permukaan air laut naik hingga 7 meter, cukup untuk menenggelamkan London.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academies of Sciences pada 2018. Laporan itu mengatakan penelitian terbaru menunjukkan bahwa permukaan laut dunia umumnya akan lebih tinggi setidaknya 65 sentimeter pada akhir abad ini dibandingkan dengan sekarang.
Laju tahunan kenaikan permukaan laut—sekitar tiga milimeter per tahun—mungkin akan lebih dari tiga kali lipat sampai 10 milimeter per tahun pada tahun 2100, demikian ungkap laporan tersebut.
"Ini adalah masalah besar karena proyeksi kenaikan permukaan laut tersebut merupakan perkiraan konservatif dan kemungkinan akan lebih tinggi," kata Steve Nerem dari University of Colorado yang memimpin penelitian ini.
Baca Juga: Kehidupan Masyarakat Tepi Pantai yang Terancam Tertelan Air Laut
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR