Pencemaran limbah beracun dari produk bahan berbahaya dan beracun (B3) makin marak di DIY. Salah satu penyebabnya adalah maraknya industri laundry atau jasa pencucian pakaian yang menggunakan zat-zat aditif berbahaya.
"Usaha laundry makin menjamur di DIY seiring bertumbuhnya jumlah mahasiswa di sini. Sayangnya, belum dibarengi dengan pengolahan limbah yang baik," papar Asisten Program Kerjasama Pengelolaan Prasarana dan Sarana Perkotaan Antara Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul, (Kartamantul), Nasa Ujiarto Aji, di Yogyakarta, Kamis (19/4).
Ia menjelaskan, jumlah laundry yang berizin khususnya di Kota Yogyakarta hanya berjumlah 96 usaha. Laundry yang mendapat ijin akan mendapatkan pengawasan dari dinas setempat dan Badan Lingkungan Hidup(BLH) dalam penanganan limbah pasca pencucian. Sementara itu, untuk laundry yang tidak berizin, selain menggunakan bahan deterjen yang mengandung bahan aditif, penanganan limbah pasca pencucian pun sembarangan.
Limbah pasca pencucian dari laundry, katanya, biasanya dibuang ke sawah atau sungai. "Limbah -limbah ini mengandung limbah B3 yang menyebabkan kualitas air menurun, meningkatnya bakteri E-Coli, masalah kesehatan, serta kerusakan lingkungan," tambahnya.
Salah satu pekerja laundry di Yogyakarta, Lisa, mengaku bahwa proses pembuangan limbah dilakukan di selokan. Bahkan sejumlah pengusaha laundry pun mengaku bahwa persoalan limbah harus dicari solusinya tanpa merugikan pengusaha mereka.
Terkait pencemaran limbah B3 ini, Nasa menegaskan, bahwa warga Yogyakarta belum paham mengenai limbah B3 dan dampaknya. Oleh karena itu sosialisasi perlu terus dilakukan. Sementara itu, untuk usaha laundry yang menjamur dan meresahkan, ia berharap agar pemerintah segera memberikan solusi memberikan pre-treatment pembuangan limbah.
"Penelitian tentang limbah laundry juga perlu ditingkatkan. Pemerintah pun perlu memetakan dampak laundry di masing-masing wilayah," kata Nasa.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR