"Tetapi ini tidak berarti bahwa muatan erotis dari pertarungan gladiator wanita membuat orang Romawi tidak mungkin menganggapnya sebagai kontes olahraga sejati, seperti yang dilakukan pria," tulis Manas.
"Argumen ini telah digunakan oleh beberapa sarjana, yang percaya bahwa hal itu mencegah gladiator wanita dianggap sebagai olahraga nyata, karena (bagi mereka) itu akan lebih merupakan pameran erotis daripada olahraga, hiburan sensual yang ditawarkan di antara perkelahian pria.(tontonan olahraga yang sebenarnya)."
Sebelumnya, sejarawan era Romawi Publius Cornelius Tacitus dalam karyanya bahwa gladiatrix dipandang tidak terhormat daripada laki-laki. Perempuan dari semua kelas masyarakat dapat menjadi gladiatrix, termasuk anggota senat.
Mereka kerap ditampilkan secara rendah seperti pertarungan parodi untuk membuat gelak tawa penonton. Meski demikian, beberapa bukti lainnya menyebut pertarungan gladiator perempuan bisa sungguhan, antara pertarungan sesama perempuan maupun hewan, bahkan mengendarai kereta kuda.
Ada laporan saksi mata tentang gladiator perempuan di Roma sendiri, dan, menurut sejarawan abad pertama Suetonius, Kaisar Domitian membuat wanita bertarung dengan obor di malam hari.
Karena dinilai memalukan dan merendahkan martabat perempuan Romawi, Kaisar Septimus Severus melarang gladiatriks pada tahun 200 M.
Baca Juga: Penemuan Mosaik Sepuluh 'Bikini Girls' di Vila Romawi Casale
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR