Nationalgeographic.co.id—Zebra hibrida atau dikenal dengan sebutan "Zebroid" umumnya memiliki fisik yang menyerupai induknya yang bukan zebra, tetapi tetap memilki sedikit motif zebra dalam tubuhnya.
Persilangannya dilakukan antara pejantan zebra dengan betina yang non zebra, seperti halnya kuda (genus Equus).
Persilangan zebroid telah dilakukan sejak abad ke-19. Bermula dari percobaan yang dilakukan oleh Lord Morton pada tahun 1815, Ia mengawinkan kuda jantan quagga dengan kuda betina Arab kastanye.
Hasil dari perkawinan tersebut merupakan bentuk hibrida dari kedua kromosom dua jenis kuda yang berbeda.
Hal tersebut memantik minat Cossar Ewart (Profesor Sejarah Alam di Edinburgh) untuk menciptakan hibrida jenis lain.
Charles Darwin, sosok ilmuwan sohor telah merekam jejak awal persilangan kromosom hewan dalam bukunya yang berjudul The Variation of Animals and Plants under Domestication yang dipublikasikan pada Januari 1868.
"Karya eksperimental Lord Morton, telah melahirkan kuda hibrida dengan bentuk yang unik, ini akan menjadi temuan awal dalam perkembangan jenis hibrida lain," tulisnya.
Setelah Morton yang berhasil dengan kuda hibridanya, Ewart memulai persilangan zebra dengan kuda poni dan menghasilkan theory of Telegony, tentang spesies baru yang disebut Zony.
Memasuki abad ke-20, dilansir dari laporan The Science of Life karya George Philip Wells di tahun 1931, "ketertarikan terhadap motif zebra terus berlanjut hingga pada akhirnya E. B. Babcock dan R. E. Clausen telah berhasil menyilangkan zebra jantan dengan kuda betina yang melahirkan zebroid," tulisnya.
Perkawinan kromosom antara zebra dan kuda tentunya akan berpengaruh juga pada sifat dan perilaku zebroid. Zebroid memiliki sifat yang tentunya berbeda dengan zebra atau kuda pada umumnya.
Anak zebra akan dibesarkan melalui kasih sayang dari induknya, sedangkan zebroid perlu mendapatkan perhatian khusus dari praktisi pengembang hibrida tersebut, dimungkinkan induknya akan kesulitan mengenali dirinya.
Baca Juga: Garis Hitam Putih Pada Tubuh Zebra, Apa Fungsinya?
Source | : | PLOS ONE |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR