Persentase gas yang masuk ke sektor industri Indonesia sebesar 56 persen, angka ini masih membuat industri dalam negeri tersendat karena kurangnya pasokan. Sebanyak 44 persen sisanya, diekspor ke berbagai negara.
Pernyataan ini disampaikan oleh Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Soesanto. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Aspindo) Sofyan Wanandi, seharusnya gas ini 100 persen digunakan untuk keperluan domestik, sisanya baru diekspor.
"Yang terjadi malah sebaliknya, sisa ekspor baru dipakai untuk dalam negeri," tegasnya dalam seminar yang berjudul "Penguatan Industri Gas Untuk Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional" di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (31/10). Hal inilah, tambah Sofyan, yang harus diubah dari pola pikir pemerintah.
Ketua Departemen Ekonomi Centre of Strategic and International Studies Yose Rizal Damuri mengungkapkan, harga ekspor dan domestik jauh berbeda. "Jelas saja kalau angka ekspor masih tinggi, karena perusahaan memang orientasinya bisnis," kata Yose.
Ditambahkan Yose, jika Indonesia ingin memperbaiki industri gas, maka berlakukan kebijakan harga yang efektif. Hal ini akan menciptakan ketersediaan dan keterjangkauan.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Lampung, Eni Muslihah |
KOMENTAR