Pernahkah Anda membayangkan ada sepuluh juta meter kubik sampah di halaman rumah? Atau gunungan sampah yang terdiri dari beragam jenis barang mendiami sawah tempat keluarga Anda menggantungkan pangan sehari-hari?
Kondisi inilah yang dialami warga Aceh pasca bencana gempa-tsunami yang melanda di tahun 2004 silam. Sekitar 73 ribu hektare lahan pertanian rusak, 26 ribu di antaranya berisi sampah.
Membludaknya jumlah sampah ini membuat Badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui United Nations Development Program (UNDP) mengadakan program pengolaan sampah pasca tsunami. Diberi nama Tsunami Recovery Waste Management Programme (TRWMP), program ini berdiri tahun 2005 dengan target utama pembersihan puing, sistem manajemen sampah, dan menciptakan lapangan pekerjaan.
"Tsunami Aceh menghasilkan sepuluh juta meter kubik sampah, 60 hingga 70 persennya adalah sampah yang bisa didaur ulang. Bisa digunakan untuk jalan, lapangan, perumahan," kata Communication Specialist UNDP Aceh dan Nias Lesley Wright saat ditemui di Jakarta dalam "International Conference. Lessons from Indonesia's Experiences In Disaster Reconstruction and Preparedness," Senin (12/11).
Pengolaan sampah TRWMP berhasil membersihkan lebih dari satu juta kubik limbah tsunami. Termasuk menggunakan sampah daur ulang untuk merehabilitasi 100 kilometer jalan dan manufaktur 12.000 unit furnitur kayu.
Terpenting, adalah penyediaan lapangan pekerjaan bagi warga setempat. Pengelolaan sampah ini diklaim menjadi sumber nafkah bagi 400 ribu orang. Selain itu, TRWMP juga mengadakan pelatihan bagi 1.300 pekerja pemerintahan dan memberi sosialisasi daur ulang sampah bagi 36 ribu anak sekolah.
TRWMP merupakan bagian dari Multi Donor Fund (MDF) yang akan selesai masa baktinya pada 31 Desember 2012. Namun, ditambahkan Wright, masih banyak hal yang harus dilakukan di Aceh. "Saat ini kita masuk fase pembangunan, banyak hal yang membutuhkan kerja sama kapasitas komunitas dan pemerintah lokal," urai Wright.
Dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bantuan dari negara-negara donor membuat Indonesia jadi lebih cepat melakukan pembangunan di daerah terdampak bencana. Saat bencana gempa dan tsunami menerjang Aceh, ada uluran tangan dari 47 negara dan 264 organisasi nasional maupun lokal.
"Pengalaman dan pembelajaran Aceh pasca bencana gempa telah mendorong perubahan paradigma bencana. Dari semula respon tanggap darurat, rekonstruksi, dan rehabilitasi, sekarang ditambah penanggulangan risiko bencana," ujar Presiden.
Gempa dan tsunami menerjang Aceh pada 26 Desember 2004 dengan besaran gempa 9,1 M. Selain menimpa bumi Serambi Mekkah, tsunami juga menghancurkan Sri Lanka, Thailand, Somalia, Myanmar, Maladewa, dan beberapa negara lain yang bersentuhan dengan Samudra Hindia. Besarnya magnitude bencana ini menjadikannya masuk dalam sejarah salah satu bencana paling mematikan di dunia.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR