Jumlah singa (Panthera leo) yang ada di sabana Afrika kini berkurang drastis. Hanya 32.000-35.000 ekor singa yang tersisa. Padahal lima dekade yang lalu di tahun 1960-an, para ilmuwan mengestimasi singa Afrika mencapai 100.000 ekor.
Ini berdasarkan hasil riset pada sebuah studi yang sebagian didanai oleh pihak National Geographic Big Cats Initiative. "Tindakan yang cepat dan nyata diperlukan untuk menyelamatkan populasi singa di Afrika," tegas Thomas E. Lovejoy, profesor bidang ilmu lingkungan dan kebijakan publik pada George Mason University, yang juga menjabat sebagai ketua komisi di Big Cats Initiative Grant.
Walau singa Afrika memang tidak berada pada situasi kritis atau kelangkaan, terindikasi pengurangan besar-besaran pada jumlah populasi dan habitat singa.
Pengurangan dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mengkhawatirkan dari sisi konservasi ini disebabkan berbagai faktor. Paling utama yakni lahan sabana yang dalam kurun waktu lima dekade terakhir telah dikonversi dan dikembangkan seiring pertumbuhan populasi manusia.
"Di samping itu, ada juga faktor besar akibat kematian oleh manusia. Ini termasuk perburuan ilegal, pembunuhan, dan berburu untuk trofi," ungkap Stuart Pimm, yang menjadi salah satu penulis dalam penelitian.
Ditambahkan Pimm, mereka mengidentifikasi 67 area terisolasi di seluruh Benua Afrika di mana singa-singa masih bisa bertahan hidup. Dari 67 area, hanya sepuluh yang memenuhi syarat, area tersebut berlokasi empat di timur dan enam di selatan Afrika. "Tidak ada area memenuhi syarat di wilayah barat dan tengah," paparnya.
Pimm menambahkan, nihilnya habitat menunjukkan bukti tak terbantahkan bahwa kepunahan lokal mengancam singa di Afrika Barat dan Tengah.
Singa sebagai karnivor puncak memiliki peranan ekologis penting. Kebinasaan singa dapat menyebabkan ledakan populasi karnivor-karnivor di bawahnya dan memicu ketidakimbangan dalam ekosistem.
Studi ini sudah dipublikasikan secara online dalam jurnal Biodiversity and Conservation, 2 Desember 2012 lalu.
Rahasia Mengontrol Populasi Nyamuk: Aedes aegypti Jantan Tuli Tidak Bisa Kawin!
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR