Berdasarkan data dari Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha Direktorat Jenderal Perkebunan pada Kementerian Pertanian, 59 persen dari 1.000 perusahaan kelapa sawit di Indonesia, terlibat konflik dengan masyarakat. Perselisihan terkait lahan yang terjadi di 23 provinsi dengan 591 kasus.
Direktur Eksekutif Sawit Watch Jefri Gideon Saragih menyebutkan, konflik terjadi karena masyarakat desa yang lahannya digunakan untuk perkebunan sawit, tidak mendapat ganti rugi sepadan. Janji sebagai mitra yang ditawarkan perusaahan sawit pun tidak terwujud.
"Bahkan di Indonesia Timur, ada lahan sawit yang dikonversi dari lahan pangan. Perusahaan juga tidak transparan dalam pembagian hasil," papar Jefri dalam "Diskusi Akhir Tahun 2012: Antara Politik Pelestarian Hutan dan Bisnis Sawit," di Jakarta, Kamis (20/12).
Sawit Watch hingga saat ini juga belum menemukan perusahaan yang benar-benar baik dalam ekspansi perkebunan. Namun, menurut Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono, konflik terjadi karena tidak adanya ketegasan dalam tata ruang kawasan hutan.
"Ketetapan lahan harusnya tegas diatur dalam tata ruang," kata Joko yang juga mengeluhkan banyaknya perbedaan tata ruang dalam tiap level pemerintahan.
Menurut Mas Ahmad Santosa, Deputi IV Bidang Hukum UKP4, ada tiga akar utama masalah konflik lahan sawit dengan masyarakat. Pertama, ketidakjelasan status lahan dan kepemilikan. Kedua, ketimpangan struktur kepemilikan, penguasaan, dan peruntukan tanah. Ketiga, adanya kelemahan dalam tata kelola pemerintahan.
"Konflik lahan dan plasma terjadi dan semakin meluas seiring ekspansi usaha sawit yang berkembang pesat dan tidak diiringi kebijakan pengaman sosial yang memadai," ujar Mas Achmad.
Hingga saat ini belum ditemukan win-win solution bagi pihak pengusaha sawit dan masyarakat setempat. Tapi dengan moratorium yang tepat, penertiban perizinan dan pemantauan, serta perbaikan tata ruang, akan ditemukan jalan tengah yang memuaskan kedua pihak.
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR