Dari 14 lokasi yang diketahui sebagai habitat badak sumatra pada tahun 1995, hingga pada tahun 2012 hanya tersisa lima. Badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) kini pun diketahui hanya di beberapa Taman Nasional seperti Bukit Barisan Selatan, Gunung Leuser, dan Way Kambas.
Kecuali di Way Kambas, strategi yang digunakan sejak tahun 1984 hingga 2012 untuk meningkatkan populasi badak juga dianggap gagal. Hingga tahun 2012, prediksi badak sumatra hanya kurang dari 150 individu. Jauh menurun dari jumlah 413 - 563 individu pada tahun 1995.
Demikian kutipan laporan yang menjadi dasar digelarnya Sumatran Rhino Crisis Summit (SRCS) di Jurong Bird Park, Singapura, pada 31 Maret hingga 4 April 2013 mendatang. Dalam pertemuan tingkat tinggi ini, akan bertemu yayasan pemerhati badak.
Di antaranya Fauna and Flora International (FFI Indonesia), Yayasan Badak Indonesia (YABI), Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia, International Rhino Foundation (IRF), Leuser International Foundation (LIF Indonesia), Wildlife Conservation Society (WCS Indonesia), Taman Safari Indonesia (TSI), WWF, SOS Rhino AS, Borneo Rhino Alliance (BORA Malaysia), Land Empowerment Animals People (LEAP Malaysia).
"Perhatian serius atas buruknya kondisi spesies ini sudah menjaring perhatian dunia dan para pakar setuju jika tidak ada tindakan, maka adalah tinggal menunggu waktu saja sebelum badak sumatra punah," ujar Simon N Stuart, Ketua dari The International Union for Conservation of Nature (IUCN) Species Survival Commission (SCC), Jumat (15/3) lalu.
Seperti ditegaskan Stuart, pertemuan ini menitikberatkan pada adanya rencana konservasi badak secara global. Termasuk dengan meningkatkan kesadaran konservasi dari masyarakat lokal.
Sedangkan dari segi pendanaan, SRCS diharapkan bisa mengumpulkan dana hingga 30 juta Euro (lebih dari Rp375 miliar) untuk mencegah punahnya badak sumatra. "Usaha kolaborasi yang melibatkan pemerintah, LSM, dan pakar yang relevan, dibutuhkan untuk mencegah kepunahan spesies yang mengagumkan ini," ujar Stuart lagi.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR