Sebanyak 13 sungai yang mengalir di Jakarta tidak semuanya dipegang oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Hal ini mengakibatkan koordinasi pengelolaan air di tiap sungai menjadi terbengkalai dan tidak jelas tanggung jawabnya.
Pakar Air dari Universitas Indonesia (UI) Firdaus Ali menegaskan, permasalahan air ini dipegang kendali oleh Pemerintah Pusat (Pempus). Hal ini disampaikannya di Balai Kota Jakarta, Selasa (26/3).
Seharusnya, 13 sungai di Jakarta itu ada di bawah kendali Pemprov DKI, namun karena letaknya yang berada di luar wilayah Jakarta, sehingga diperlukan koordinasi beberapa pihak. Firdaus mengatakan, "Semuanya ada di wilayah Jawa Barat dan Banten."
Karena berada di luar wilayah Jakarta, maka pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) ini harus ada campur tangan dari Pempus. "Pemerintah DKI tidak punya kendali dengan DAS yang ada, karena semua itu tidak ada di wilayah DKI. Semuanya ada di wilayah Jawa Barat dan Banten, kemudian perlu campur tangan pemerintah pusat untuk memperhatikan," tegasnya lagi.
Menurutnya, Forum Air Jakarta (FAJ) sebagai stakeholder, harus duduk bersama dengan Pempus dan Pemprov DKI untuk menyelesaikan masalah ini. Ia mengatakan, "Permasalahan ini baru akan selesai jika ada pembicaraan bersama antara pihak-pihak yang terkait." Firdaus pun sanksi dengan upaya Pempus selama ini. Saat ditanya tentang upaya Pempus selama ini, Firdaus menjawab, "Sepertinya ada, tapi belum sesuai dengan ekspektasi kita."
Di sisi lain, Pemprov DKI akan memaksimalkan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang sekarang baru dua persen di Ibu Kota. Di Balai Kota Jakarta, Selasa (26/3), Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan, ke-13 sungai itu harus diolah air baku yang ada dapat dimaksimalkan.
"Masa depan air sangat langka dan jadi masalah yang pelik," ujarnya saat memberi sambutan kepada FAJ. Selain itu, FAJ menyarankan pembuatan peta jalan guna menyelesaikan problem krisis air baku untuk air minum di DKI Jakarta. Dengan peta jalan ini, titik prioritas distribusi air ke seluruh wilayah Jakarta akan terlihat.
"Karena kebutuhan air minum meningkat sementara pasokan air baku relatif tetap, peta jalan ini langkah awal untuk penanganan masalah air baku," kata Ketua FAJ, Sri Widayanto Kader, di Balai Kota Jakarta, Selasa (26/3) siang.
Saat ini, pasokan air baku di Jakarta terus mengalami defisit sepuluh meter per kubik tiap detiknya. "Kebutuhan terhadap air minum meningkat sementara pasokan air baku relatif sama," ujar Sri. Menurutnya, peta jalan inilah salah satu cara untuk mengatasi defisit air di Ibu Kota.
"Kebutuhan untuk penyusunan peta jalan (road map) penyelamatan krisis air baku air minum di DKI Jakarta mutlak diperlukan," tegasnya. Pembuatan peta jalan ini juga berfungsi sebagai rekomendasi para pemangku kebijakan dan stakeholder, termasuk operator air minum untuk mengambil langkah pembebasan Ibu Kota dari krisis air baku.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Lampung, Eni Muslihah |
KOMENTAR