Transportasi massal yang cepat mutlak menjadi kebutuhan untuk mengurangi laju peningkatan emisi gas rumah kaca. Saat ini terdapat kota percontohan Palembang dalam kerangka GIZ-ASEAN Clean Air for Smaller Cities yang merupakan program pengurangan emisi lokal.
Menurut Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Karliansyah, pada awalnya transportasi di kota Palembang merupakan penyumbang terbesar kedua emisi karbondioksida, dengan memberikan kontribusi kira-kira 90 persen total emisi karbonmonoksida. Transportasi laut dan kereta api mengeluarkan hampir 70 persen dari total beban emisi pm10.
Namun dengan transportasi yang ramah lingkungan, penurunan emisi perlahan mencapai kemajuan. Kemajuan di Palembang telah mendorong Kementerian Lingkungan Hidup (LH) untuk penurunan emisi di berbagai kota lainnya.
"Di samping itu, Kementerian LH pun bisa meningkatkan kapasitas kota dalam melakukan penurunan emisi dan elemen lain dari transportasi ramah lingkungan yang berbahan bakar energi terbarukan," kata Karliansyah.
Untuk mengurangi beban pencemaran udara di perkotaan, Kementerian Lingkungan Hidup juga memiliki program strategis bernama Langit Biru sejak 1996. Program Langit Biru awalnya di 12 kota di tahun 2007 dan sekarang, di akhir tahun 2012 telah mencakup lebih dari 45 kota di Indonesia. Targetnya jumlah kota peserta Langit Biru akan terus meningkat sehingga semua kota akan dibahas dalam program.
Bertujuan mengendalikan pencemaran emisi sumber bergerak melalui implementasi kebijakan secara terkoordinasi dan terpadu dengan memprioritaskan pengendalian polusi udara dari kendaraan bermotor. Kunci dari Program Langit Biru KLH ini adalah pengumpulan data emisi, kampanye penggunaan angkutan umum dan kendaraan tidak bermotor, pemantauan kualitas udara, inspeksi dan pemeliharaan kendaraan, dan peningkatan kesadaran.
Forum Transportasi Berkelanjutan 2013
Dampak pencemaran lingkungan telah terlihat, dari biaya kesehatan yang tinggi serta kehidupan sosial. Acara forum regional Environmentally Sustainable Transport (EST) in Asia ke-7 yang dibuka pada hari Selasa (23/1) di Nusa Dua, Bali membahas pula masalah ini. Pertemuan ini mengungkapkan komitmen dalam membangun kesepakatan untuk mulai mencapai tujuan bersama yaitu udara bersih melalui tranportasi ramah lingkungan.
EST 2013 mengangkat tema “Integrated Conference on Next Generation Transport Systems We Want for 21st Century – Looking Beyond Rio+20”.
Seiring pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi, permintaan energi dan transportasi juga meningkat. Kenaikan tersebut menciptakan tekanan pada lingkungan, terutama di perkotaan di mana sektor transportasi merupakan sumber utama polusi udara.
Dalam sambutannya, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya menyatakan, "Kualitas udara di banyak kota akan terus memburuk jika kita tidak mengambil tindakan. Kami mendukung kota yang berusaha mengatasi polusi udara melalui kebijakan pengendalian, program, dan bantuan teknis. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki komitmen untuk memperkuat kerjasama dengan negara-negara lain."
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR