Elang bondol bukanlah satwa endemik Indonesia. Ia ditetapkan sebagai lambang Provinsi DKI Jakarta, bersama salak condet dari jenis flora, pada 1989. Walau bukan kategori burung migrasi antar benua, populasinya tersebar di seluruh Indonesia, India, Cina Selatan, Filipina dan Australia. Ia hidup di sepanjang sungai, rawa, pantai, hutan mangrove atau danau sampai ketinggian 3000 meter dari permukaan laut. Ia mudah ditemukan pula di daerah yang dekat dengan pelabuhan.
Di negeri tetangga, Singapura, elang bondol banyak dijumpai di daerah pantai, termasuk bagian utara dan selatan lepas pantai negara ini. Ia juga tercatat sebagai burung resident yang sangat umum di daerah lahan basah air tawar di dekat kota.
Secara umum, burung yang dilindungi di negara kita ini terus menurun populasinya. Ini disebabkan hutan tepi pantai tempatnya bersarang dan mencari makan kian menyusut. Hutan-hutan di dalam pulau terus tergerus oleh wilayah konsensi pengusahaan hutan. Perburuan dan perdagangan satwa juga menjadi ancaman kehidupan burung ini. Jakarta nampaknya bakal kehilangan maskotnya bila tak melakukan program penyelamatan dan konservasi daerah hidup elang bondol.
Elang bondol termasuk jenis elang berukuran sedang, dengan panjang sekitar 45 cm. Kepala dan dadanya memiliki bulu berwarna putih dan garis-garis kelabu. Bulu punggung, sayap, perut dan ekornya berwarna coklat kemerahan. Pada elang muda, seluruh bulu badan berwarna kecoklatan dengan dada yang bercoret, lalu berubah menjadi putih keabu-bauan.
Ia dapat hidup berkelompok atau sendiri. Walau kerap disebut sebagai “pemulung”, karena lebih suka memungut bangkai di daratan dan ikan yang di dekat pelabuhan, elang bondol termasuk pemburu ulung. Ia menyukai mamalia kecil, ikan, anak ayam, katak, ular, kadal, dan kelelawar, baik yang mati maupun yang hidup. Terkadang ia mencuri makanan dari raptor lainnya, termasuk elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster) yang bertubuh lebih besar.
Elang Bondol mencari makan dengan cara mengintai mangsanya dari udara, begitu mangsa terlihat, burung ini segera terbang meluncur ke bawah dengan kecepatan tinggi. Menggunakan cakarnya yang tajam, mangsa ditangkap dibawa ke atas pohon atau tempat yang tinggi. Ia mencabik-cabik buruannya dengan paruh yang kuat. Burung ini membuat sarang di pucuk-pucuk pohon tinggi tersusun dari ranting.
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR