Arwah John Wesley Powell – tokoh geologi Amerika Serikat - yang berada di alam baka mendukung dua rekan barunya dalam sejarah pahlawan geologi berlengan sebelah. Layaknya Powell, dua rekan baru tersebut, Opportunity dan Spirit, hanya memiliki satu tangan sewaktu meneliti Planet Mars.
Saat Powell memimpin ekspedisi tiga perahu (bertujuan memetakan dan menyurvei geologi Sungai Green, Sungai Colorado, dan Grand Canyon) melintasi Grand Canyon lebih dari seabad yang lalu, planet-planet hanya tampak seperti titik-titik kecil di langit.
Perjalanan ke luar angkasa pun hanyalah sebuah impian. Namun veteran Perang Saudara AS (1861 – 1865) ini, yang kehilangan separuh lengan kanannya dalam Pertempuran Shiloh, akan memahami apa yang telah dikerjakan kedua robot penjelajah NASA itu. Keduanya mendarat sejak 2004 di Mars untuk berburu tanda-tanda keberadaan air pada masa lampau.
Pada era Powell, para ahli geologi mempelajari bagaimana air membentuk batuan yang kemerahan Dataran Tinggi Colorado menjadi sebuah jurang yang berliku-liku; para ahli geologi modern mempertanyakan peranan air dalam pembentukan dataran di Mars yang berwarna merah.
Tak ubahnya seperti tim petualang Powell yang diperkirakan takkan sanggup bertahan pada 1869, ternyata masih hidup dari keganasan air sungai selama hampir seratus hari.
Opportunity dan Spirit diduga hanya dapat bekerja baik selama 90 hari. Nyatanya, mereka terus bertahan hingga beberapa bulan kemudian.
Powell adalah seorang ahli geologi lapangan yang memecahkan batu dan mencatat dengan sebelah tangan saja. Begitu pun tiap robot penjelajah ini. Masing-masing, memakai sebuah tangan bersendi tiga untuk memegang peralatan, termasuk sebuah kamera dan seperangkat alat penghancur batuan Mars.
Sama halnya dengan apa yang dilakukan Powell - berdasarkan laporan kedua penjelajah beroda enam itu yang menelusuri dua daerah kecil di Mars - para peneliti dapat menganalisa dengan jelas foto-foto yang sulit diuraikan dari satelit-satelit yang mengorbit sangat jauh dari permukaan planet tersebut.
Sebagai contoh, mari kita lihat saluran-saluran berliku-liku yang tampak di permukaan Mars yang kering. Saluran-saluran ini terlihat luas dan besar, endapan-endapan sungai kering yang diduga kuat pernah dialiri air di masa lampau. Namun, tak ada buktinya.
“Saya menghabiskan masa karir saya untuk menjelaskan keadaan air di Mars,” ujar Mike Carr, seorang ahli geologi di United States Geological Survey (USGS) di Menlo Park, California, AS.
“Tapi kami tak pernah menemukan karbonat yang bisa menjadi bukti keberadaan air di Mars. Saya mulai memberitahukan orang-orang bahwa karir saya sebenarnya tak berarti sama sekali.”
Kini, bukti tersebut sudah ada. Kedua penjelajah, Spirit dan Opportunity, telah menemukan petunjuk langsung dan meyakinkan bahwa sepertinya terdapat ‘tumpahan’ air yang melintasi Mars, hampir pasti selama masa paling awal planet yang lebih dari tiga miliar tahun silam.
Masuk tahun 2012, warisan dari Spirit dan Opportunity diteruskan pada rover ketiga, Curiosity. Rover terbaru dengan spesifikasi lebih canggih ini sudah berhasil menjawab pertanyaan bahwa Mars memang bisa menampung kehidupan.
(Artikel ini merupakan penggalan dari Penjelajah Mars yang pernah terbit di National Geographic Indonesia Juli 2005, dilengkapi dengan up-date berita terkini.)
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR