Sejak Forest Stewardship Council (FSC) berdiri pada 1993 di Rio de Janeiro, Brasil, organisasi lingkungan hidup ini mempromosikan pengelolaan hutan secara bertanggung jawab di seluruh dunia.
Mereka menyediakan wadah bagi para pemangku kepentingan untuk bekerja sama di dalam lingkungan yang dinamis. Dengan tiap pihaknya miliki hak suara yang seimbang. Di saat para pihak pengelola ini dianggap sudah mengatur hutannya secara berkelanjutan, FSC akan memberi sertifikat yang -dalam banyak kasus- penghargaan tersebut dapat berupa price premium.
Namun semakin ke sini, sertifikasi FSC seringkali dituangkan dalam bentuk akses yang lebih luas untuk pasar-pasar yang dinilai sensitif secara lingkungan. Dan, ketika sebuah perusahaan mendapat sertifikat ini, maka menunjukkan bahwa sebuah perusahaan menjalankan bisnisnya dengan standardisasi tertinggi yang ada saat ini dalam bidang sosial dan lingkungan.
Salah satu perusahaan penerima sertifikat ini, SIG Combibloc --perusahaan penyedia kemasan dan teknologi carton pack-- menerapkannya dengan menelurkan produk berdasar standarisasi FSC. SIG Combibloc, yang juga produsen kemasan minuman ringan Teh Kotak, resmi meluncurkan produk ini di Gunung Pancar Sentul, 19 – 20 Juni 2013.
Dikemas dalam gerakan Thanks to Nature (TTN) yang mendorong semangat berterima kasih pada alam dari gerakan paling kecil.
"Alam telah menjadi penyedia bahan untuk produk-produk terbaik yang dihasilkan oleh Ultrajaya, salah satunya adalah kemasan untuk Teh Kotak, dan kami ingin menularkan semangat cinta bumi kepada masyarakat luas,” tegas Head of Marketing PT Ultrajaya, Siska Suryaman.
Dalam siaran persnya, Ronny Hendrawan, Regional Account Manager SIG Combibloc, pihaknya sengaja memilih FSC karena dianggap paling kredibel dan diakui.
Aksi cinta alam Thanks to Nature 2013 ini dimeriahkan oleh beberapa komunitas yang peduli alam. Seperti Cahyo Alkantana yang mewakili sektor ekowisata dengan menyulap bukit gersang di Gunung Kidul menjadi objek pariwisata berkonsep ekoturisme.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR