Pada artikel sebelumnya, dapat dibaca bahwa angin yang saat ini menjadi kisah sukses terbesar untuk energi yang dapat diperbarui. Turbin-turbin angin dapat menghasilkan listrik setara 35 pembangkit listrik tenaga batu bara.
Tetapi kita juga dapat menilik potensi matahari sebagai sumber energi pengganti lain. Matahari sekarang menyediakan kurang dari satu persen energi untuk dunia. Walau demikian, pada masa mendatang diperkirakan energi listrik tenaga surya akan cukup murah untuk bisa digunakan oleh hampir setiap orang.
"Perubahan itu akan menimbulkan peningkatan sangat besar, tetapi bukan berarti tak dapat ditanggulangi," kata seorang ahli fisika Martin Hoffert dan rekan-rekannya dari New York University dalam sebuah artikel di majalah Science tahun 2005.
Energi listrik tenaga surya akan tetap mahal beberapa tahun ke depan. Namun biaya energi matahari seharusnya menurun karena peningkatan teknologi.
Sebagai contohnya, lapangan rumput di dekat sebelah selatan kota Leipzig (yang dulunya termasuk bagian Jerman Timur). Tempat ini adalah salah satu peragaan tenaga surya terbesar yang pernah ada. Lapangan itu dipenuhi dengan 33.500 panel photovoltaic, diatur berjajar seperti bunga-bunga perak yang semuanya menghadap ke matahari, bergelombang lembut selaras kontur tanah.
Ketika matahari muncul, lapangan ini akan menghasilkan tenaga listrik hingga lima megawatt. Jumlah produksi rata-ratanya cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik sekitar 1.800 rumah. Berdasarkan data tingkat efisiensi, diperlukan sekitar 26.000 kilometer persegi panel surya untuk mencukupi semua kebutuhan listrik di AS.
Kenyataannya juga tidak semua tempat terbuka di negeri akan dipasangi panel surya, panel-panel itu hanya menutupi kurang dari seperempat atap dan trotoar di kota-kota dan daerah pinggiran kota.
Sistem pembangkitan listrik tenaga surya menangkap energi langsung dari matahari–tanpa pembakaran, tanpa emisi.
Beberapa laboratorium dan perusahaan melakukan pengujian lewat "versi dewasa" suryakanta anak-anak. Mangkuk raksasa yang dilengkapi cermin atau kotak untuk mengumpulkan sinar mentari, memproduksi panas yang dapat menjalankan generator.
Namun kini, energi matahari seringkali diartikan sel-sel surya (solar cell). Ide tersebut sederhana saja: Sinar sang surya mengenai permukaan semikonduktor yang mengganggu elektron-elektron, menghasilkan listrik.
Seperti kebanyakan barang elektronik, energi listrik tenaga surya semakin murah. Menurut Daniel Shugar, pimpinan PowerLight Corporation, perusahaan maju di California yang telah membangun instalasi energi listrik tenaga surya untuk sejumlah klien di AS termasuk Toyota dan Target.
"Tiga puluh tahun lalu biaya energi ini hanya murah di satelit-satelit. Kini energi listrik tenaga surya sudah cukup murah untuk digunakan di rumah-rumah dan perusahaan-perusahaan, setidaknya di daerah yang harga listriknya mahal atau tidak tersedia jaringan."
Berbiaya rendah
Martin Roscheisen, CEO serta pendiri perusahaan Nanosolar, melihat masa depan lewat serangkaian botol-botol kecil bertutup merah, yang berisi partikel-partikel kecil semikonduktor. "Saya taruh materi dalam botol itu ke jari tangan saya, dan materi itu akan lenyap dari pandangan, menyusup dalam kulit saya," ujarnya.
Ia merahasiakan komposisi partikel-partikel tersebut, tetapi kata 'nano' yang menghiasi nama perusahaannya menjadi petunjuk.
Partikel-partikel itu berdiameter kurang dari seratus nanometer – kira-kira sebesar virus dan kecil hingga dengan mudah bisa menyusup ke dalam kulit.
Roscheisen percaya, partikel-partikel itu menjanjikan biaya rendah untuk menciptakan sel-sel surya. Daripada membuat sel-sel itu dari lempengan besar silikon, perusahaannya melabur partikel-partikel ke atas lempengan tipis, konduktif, dan fleksibel menyerupai kertas timah, di mana partikel-partikel itu akan menciptakan permukaan semikonduktor. Hasilnya berupa materi sel surya fleksibel yang 50 kali lebih tipis dibandingkan panel surya yang ada sekarang.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR