Kepulan asap yang disebabkan pembakaran lahan di Sumatra menjadi headline besar di media-media internasional. Laporan asap -yang merupakan peristiwa tahunan di Indonesia- menjadi luas karena melibatkan lebih dari satu negara di kawasan Asia Tenggara.
Hingga Rabu (26/6) diwartakan sudah ada sembilan tersangka pembakar lahan yang ditangkap Kepolisian Daerah Riau. Salah satunya bahkan memicu kebakaran 53 hektare lahan.
Sejatinya peristiwa kebakaran hutan terjadi di seluruh dunia. Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) menyatakan terjadi puluhan juta kebakaran yang terdeteksi dari luar angkasa sejak tahun 2002. Bagaimana mereka mengetahu data ini?
Berkat pengamatan yang dilakukan oleh MODerate Resolution Imaging Spectroradiometer atau disingkat MODIS. Instrumen yang mengobservasi Bumi setiap satu atau dua hari ini berada di satelit NASA, Terra dan Aqua.
Bantuan data dari satelit, ditambah analisa dari pesawat terbang dan lapangan, membantu para peneliti mempelajari dampak asap pada lingkungan. Baik dalam lingkup regional maupun internasional. Peneliti yang bekerja sama dengan NASA juga bisa menggunakan data ini untuk memahami iklim Bumi, kesehatan ekosistem, siklus karbon global.
Obervasi MODIS sejak tahun 2002 hingga 2011 menunjukkan 70 persen kebakaran dunia berasal dari Afrika.
Pada musim pembakaran di Juli hingga September 2006, terlihat kebakaran dahsyat di sabana Afrika Tengah.
Seperti di Sumatra, mayoritas kebakaran di Benua Hitam ini berasal dari aktivitas pertanian. Tapi pada tahun tersebut, kebakaran juga disebabkan sambaran petir.
Kala Rabu (19/6) pekan lalu, instrumen MODIS di satelit Terra dan Aqua, kembali sukses mengabadikan kepulan asap dari Sumatra. Asap terlihat bertiup ke arah timur menuju selatan Malaysia dan Singapura. Ini menyebabkan kedua negara tersebut diselimuti udara yang menyesakan.
Khusus untuk Singapura, angka Pollutant Standards Index (PSI) mencapai 371 pada Kamis (20/6). Angka ini memecahkan rekor PSI sebelumnya pada tahun 1997 yang menyentuh 226. Disebutkan para pakar, level PSI di atas 300 masuk dalam kategori "berbahaya" bagi manusia.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR