Setelah berkeliling Cikini, rasa haus mesti dipuaskan. Saya menuju Es Krim Tjanang, kedai es yang berusia lebih dari 50 tahun. Senada Laba-Laba, gerai hidangan ini pun masih memiliki fans setia.
Saat berdiri pada 1951, penjual es krim ini adalah satu-satunya di Cikini. Andalannya adalah beberapa citarasa segar dan klasik, seperti es krim stroberi, vanila, nangka, ketan hitam, dan campuran berbagai buah.
Jantung keramaian Cikini, dapat ditemui di Pasar Cikini. Sebuah pasar yang sifatnya sementara karena tengah dilakukan renovasi atas gedung pasar di bagian belakang. Konon, tempat beraktivitas jual-beli ini sudah ada sejak 1960-an dan menjadi pasar primadona yang memiliki pelanggan para pejabat, tokoh sampai artis.
Masih di ruas sama, berdiri Stasiun Cikini yang berwarna kuning cerah. Lantas di sebelahnya adalah Pasar Kembang Cikini dengan jam operasional 24 jam sehari. Rangkaian bunga memenuhi tiap toko dalam lingkungan pasar ini.
Tadinya, gerai-gerai pedagang bebungaan ini berdiri tersebar di pinggiran Stasiun Cikini. Namun mulai 1982 dipusatkan pada satu titik. Tangan saya pun tergerak memilih beberapa bunga dan meminta penjual membuatkan sebuah buket. Rasanya tepat dibawa ke kantor untuk menemani saya menuliskan aktivitas jalan kaki menyusur Cikini.
Cikini mudah dicapai menggunakan berbagai moda transportasi, mulai taksi sampai bus. Semisal Kopaja 51 (Pangkalan Jati – Senen), Metromini 017 (Senen – Cikini – Manggarai), Mayasari Bhakti 300 (Blok M – Rawamangun), TransJakarta Busway koridor I (Halte Sarinah, Halte Bundaran HI dan Halte Tosari) dan koridor IV (Halte Manggarai, Halte Pasar Rumput, Halte Halimun, Halte Dukuh Atas 2 dan Halte Tosari).
Pilihan penginapan: Formule1 Jakarta Cikini; www.hotelformule1.com, Hotel Sofyan Betawi; www.sofyanhotel.com. Mal terdekat: Menteng Huis; www.mentenghuis.com, gedung tontonan film selain di kompleks TIM: Metropole XXI.
Sebelumnya: Cikini, Sudut Kota Lama yang Terlupa (I)
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR