Di Sumatra, harimau harus cukup puas dengan satwa berukuran sedang hingga kecil, mulai dari rusa sambar, kijang, babi hutan dan sebagainya.
Selain karena kondisi iklim, kelangkaan satwa mangsa berukuran besar sepertinya menjadi faktor penyebab ukuran harimau sumatra yang relatif kecil. Selain itu, masih ada banyak faktor lain yang bisa diperdebatkan. Misalnya saja, perbedaan kompetitor yang dihadapi harimau antara di Sumatra, Jawa dengan tempat lain.
Berbeda dengan Sumatra yang tidak memiliki kucing besar lain, di Jawa juga hidup macan tutul atau macan kumbang (Panthera pardus melas). Keberadaan pesaing seperti itu sangat mungkin juga telah mengakibatkan terjadinya niche partitioning atau pembagian relung.
Harimau jawa mungkin "terdesak" dari dua sisi. Di satu sisi, oleh macan tutul/kumbang yang tentu telah mengambil sebagian porsi satwa mangsanya. Di sisi lain, oleh pertumbuhan penduduk di Jawa yang terus menekan bukan hanya habitatnya, namun juga populasinya secara langsung melalui perburuan besar-besaran di awal hingga pertengahan abad 20.
Sejarah seperti berulang. Harimau sumatra memang cukup beruntung tidak harus menghadapi kompetisi dengan macam tutul/kumbang yang absen dari Sumatra. Namun, satwa yang akrab dipanggil datuk atau nenek di beberapa wilayah Sumatra itu, kini mengalami tekanan hebat dari beragam aktivitas manusia, khususnya pembukaan hutan dan perburuan.
Bisakah kita turut mengurangi ancaman bagi satwa kebanggaan yang dari tiga anak jenis, kini tinggal semata wayang itu?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR