Airline swasta di Tanah Air muncul pertama kali ketika Pemerintah mengeluarkan regulasi yang memberikan kesempatan pada pihak swasta untuk menyelenggarakan usaha angkutan udara untuk umum pada tahun 1968.
Sebelumnya, bidang transportasi udara di Indonesia dikuasai oleh negara dengan membentuk dua maskapai yaitu Garuda Indonesia Airlines dan Merpati Nusantara Airlines. Namun, karena saat itu kedua maskapai mengalami banyak defisit keuangan, manajemen dan beberapa permasalahan lain untuk memperlancar bidang transportasi yang terkenal mahal namun berdurasai sangat cepat, maka dibukalah kesempatan pihak swasta untuk berpartisipasi.
Airline swasta yang tercatat menjadi pelopor adalah Seulawah Airlines yang didirikan Dharma Putra Kostrad pada tahun 1968. Sebagai Presiden Komisaris adalah Mayjen Sofyar dan General Manager Captain Oediono. Kantor pusatnya tercatat di Medan, rute-rute yang dilayani adalah kota-kota di Sumatra dan satu kota di Jawa yaitu Jakarta.
Pesawat pertama yang dimiliki adalah sebuah Convair turboprop 50 tempat duduk dan Dakota 26 tempat duduk. Pada masanya, Seulawah Airlines termasuk airlines yang disegani dan maju pesat.
Kemunduran baru dialami ketika pada tahun 1972 saat Menteri Perhubungan Frans Seda mengeluarkan regulasi tentang industri angkatan udara, terutama masalah rute. Airline swasta tidak diperbolehkan membuka rute di Ibu Kota provinsi --hanya bisa dilayani Garuda dan Merpati.
Padahal, saat itu Seulawah Airlines baru investasi pesawat Vicker dan Viscon bermesin empat yang tidak mungkin di bandara-bandara daerah yang kecil. Belum lagi keuangan Seulawah yang terkuras untuk kegiatan politik oleh Presiden Komisarisnya yang saat itu berafiliasi dengan Gokar. Maka perlahan-lahan Seulawah Airlines pun menurun hingga akhirnya berhenti beroperasi sama sekali.
Nama Seulawah atau Gunung Emas tampaknya menginspirasi banyak pihak di bidang penerbangan Indonesia. Selain nama pesawat PK-RI 001 yang dioperasikan Indonesia Airlines dan Seulawah Air yang didirkan Kostrad, ada juga Seulawah NAD Air yang didirkan oleh pengmprov Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Sayangnya, maskapai yang mengunakan satu pesawat B737-200 ini hanya berumur tujuh bulan. Didirikan pada September 2002 dan berhenti beroperasi Maret 2003. Maskapai ini beroperasi di Jakarta, Medan, Banda Aceh, dan Penang (Malaysia).
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR