Ketika kendaraan sport utility vehicle (SUV) yang membawa para anggota tim Ekspedisi Sriwijaya di Pulau Jawa melintasi kawasan Museum Nasional kamis pagi (5/9), selesai sudah penjelajahan kami untuk mendokumentasikan jejak peninggalan Buddha di Provinsi Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Museum Nasional menjadi lambang simbolis bagi kepulangan kami. Karena di sinilah disimpan berbagai arca peninggalan nenek moyang--termasuk yang bercorak agama Buddha--dari berbagai situs yang telah didatangi sepanjang ekspedisi gelaran National Geographic Indonesia untuk memperingati ulang tahun ke-125 dari National Geographic Society (NGS) ini.
Di luar tugas jurnalistik, tentulah kami bertiga mendapatkan banyak pengalaman. Mulai berinteraksi dengan masyarakat setempat, para pemerhati dan petugas situs bersejarah, para pejalan asing sampai hal teknis seperti kondisi wahana angkut kami serta kemacetan di jalan. Bagaimana menyikapi kondisi perjalanan jauh ini, simak tipsnya di sini.
Masih berjarak sekitar 100 kilometer menuju Ibu Kota, kendaraan Tim Sriwijaya sudah diadang kemacetan dari kendaraan-kendaraan pribadi sampai truk-truk dengan arah yang sama. Sementara di luar kota-kota persinggahan, mobil kami dapat melaju dengan leluasa--tentu saja tanpa mengabaikan batas kecepatan yang diperbolehkan.
Panorama petak-petak persawahan dan beberapa bangunan kecil, berangsur digantikan gedung-gedung serta pencakar langit. Sebuah kondisi kontras, yang membuat kami menghargai: betapa sebuah perjalanan berkendaraan dapat memberikan sumbangan kepada batin.
Sama halnya ketika kami melakukan side-trip ke Dataran Tinggi Dieng. Dari kota-kota pesisir, kota-kota persinggahan sampai pusat perkotaan nan terik, kami disambut kabut yang elok sekaligus misterius. Bintang-bintang di atas langit Dieng terasa begitu dekat, apalagi karena terjadi pemadaman listrik sehingga sumber penerangan hanya berasal dari generator. Salah satu kisah menarik perjumpaan Tim Sriwijaya dengan pejalan asing dapat dilihat di sini.
Bila di saat keberangkatan (simak seremoni pelepasan) kami "mengosongkan" kepala agar dapat menyerap setiap informasi yang kami terima, kini saat pulang rasanya terasa begitu penuh. Berbagai data serta pengetahuan baru kami dapatkan sepanjang perjalanan. Termasuk berbagi kebanggaan bahwa Borobudur sebagai salah satu monumen bangsa kita tetap diminati para pejalan dunia. Lihat tulisan lengkapnya di sini. Serta makna pelarangan dalam upaya untuk turut melestarikan candi seperti yang dikupas di sini dan di sini.
Berakhirnya ekspedisi Tim Sriwijaya ini merupakan salah satu momen tentang komitmen kami untuk mendokumentasikan berbagai informasi bidang budaya yang bakal dibagikan kepada pembaca lewat versi cetak. Sampai jumpa lagi dalam ekspedisi kami mendatang.
Penulis | : | |
Editor | : | Jessi Carina |
KOMENTAR