Tanpa banyak basa-basi, Pak Suranto (53) menghitung mundur dari telu atau tiga, dan mulailah orkestrasi unik itu. Tak disangka-sangka, stalaktit yang dipukul oleh palu itu mengeluarkan suara yang satu rupa dengan suara kempul--sejenis gong yang sering dipakai pada pertunjukkan gamelan reguler.
Bagai magnet, pertunjukan ini menarik saya, karena empat orang yang berdiri dan memukul-mukul stalaktit bagian dari Gua Tabuhan ini, semuanya menghasilkan bunyi gamelan yang selaras. Belum lagi ketika sang biduan menerjang musik dengan lirik-lirik Jawa Timur-an yang membius, saya semakin tenggelam di dalamnya.
Kisah lebih lengkap perjalanan ini pernah diangkat dalam National Geographic Traveler edisi April 2011.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR