Sejumlah enam danau alam telah direvitalisasi oleh pemerintah Majapahit sebagai waduk untuk pengairan sawah. Jaringan kanal di Majapahit saling berkait dengan waduk, sungai, curah hujan, kolam, dan drainase.
Melalui sistem drainase yang baik, mereka juga banyak membangun saluran-saluran air di bawah permukaan tanah. “Itu suatu sistem yang sangat luar biasa,” ungkap Mundardjito. “Jangan dilihat kanal sebagi satu hal saja!”
Kepadatan temuan tembikar dan keramik asing pun berada di kawasan dalam jaringan kanal-kanal, bukan daerah pinggiran. Ragam jenis temuan arkeologi itu sangat banyak dan karya ukirannya pun sangat indah yang menunjukkan kehidupan perkotaan.
Baca Juga: Jejak Tanah Leluhur Para Raja Jawa di Metropolitan Kuno Majapahit
Mundardjito menduga tampaknya para artisan itu dilindungi dan dipelihara raja. “Tidak pernah kita menemukan dalam situs lain dengan kualitas dan jumlah yang luar biasa” ungkap Mundardjito dengan bergelora. “Nah, itu menandakan Ibu kota!”
“Penanda sebuah kota yang besar itu harus ada monumental works,” ungkap Mundardjito. Dia menunjukkan Trowulan masih memiliki sisa-sisa bangunan bekas permukiman dan bukti bangunan monumental lainnya seperti kompleks candi Hindu dan Buddha di sisi utara, sistem jaringan kanal dan waduk, gapura-gapura, dan sebuah kolam buatan berukuran raksasa.
Baca Juga: Pesan Teladan Kemajemukan Budaya dari Metropolitan Majapahit
“Tetapi, jika ini hancur semua, kita hanya punya cerita tidak punya bukti,” dia berhenti sesaat lalu berkata, “itu namanya negara dongeng.”
Indonesia memiliki banyak kerajaan tua sebelum Majapahit berdiri―Kutai, Tarumanagara, Mataram Kuno, Sriwijaya, Kadiri, Singhasari―tetapi kerajaan-kerajaan itu tak satu pun yang menyisakan tinggalan kota kunonya. “Yang ada, ya hanya di Trowulan”, ungkap Mundardjito, “inilah kota kuno satu-satunya!”
Baca Juga: Pada Suatu Mi: Untaian Gastronomi dari Dinasti Tang sampai Majapahit
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR