Nationalgeographic.co.id—Museum Nasional dan National Geographic Indonesia menyelenggarakan pertemuan para ahli arkeologi yang pernah menyelisik Trowulan pada awal 2012. Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia Mundardjito berkisah pengalamannya selama tigapuluh tahun lebih meneliti Metropolitan Majapahit itu.
Ketika ditugaskan ke kawasan Trowulan pertama kali, dia tidak yakin kawasan ini sebuah ibu kota. Namun, seiring melimpahnya temuan, kini dirinya mulai yakin bahwa kawasan itu adalah sebuah ibu kota karena tidak ada lagi kawasan kuno yang menyamai ragam temuan dan teknologi masyarakatnya. “Berarti inilah ibunya, yang lain anaknya,” ujar Mundardjito terkekeh.
Menurut Mundardjito kanal-kanal itu merupakan teknologi adaptasi masyarakat terhadap musim dan bersifat ekologi. Warga ibu kota itu berhasil mengalirkan air limpahan dari kota ke dalam kanal-kanal. Sebaliknya pada musim kemarau, deposit air dalam tanah selalu tersedia sehingga sumur-sumur warga tak pernah kehabisan air.
“Tidak seperti Jakarta, kanal barat dan kanal timur tidak dipertemukan sehingga limpahannya sampai ke tempat Presiden,” ujar Mundardjito. “Tetapi, masalah limpahan air di Majapahit tidak sampai ke tempat Raja karena kanal-kanal tersebar merata di daerah permukiman.”
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR