Timnas sepak bola Spanyol yang dijuluki La Furia Roja sedang berada di masa keemasan. Selain mendominasi dunia lewat sapu bersih trofi Piala Eropa hingga Piala Dunia, mereka juga mengundang decak kagum berkat permainan cantik yang dikenal sebagai Tiki Taka.
Akan tetapi, sebelum Tiki Taka lahir pun, La Furia Roja sudah memesona karena permainan rancak yang mereka peragakan. Mereka selalu berupaya menampilkan permainan indah dalam kondisi apa pun.
Bagi publik sepak bola Spanyol, sekadar menang belum cukup. Mereka butuh kemenangan dengan cara menghibur.
Meski begitu, harus diakui, sebelum 2008, sikap tersebut berimplikasi buruk ke La Furia Roja. Mereka pernah miskin prestasi. Tengoklah, sebelum Piala Eropa 2008, satu-satunya trofi yang diraih Spanyol hanyalah Piala Eropa 1964.
La Furia Roja mengalaminya karena terlalu berani mengambil risiko. Inilah yang kerap memicu kegagalan meraih prestasi. Namun, eks pemain La Furia Roja, Luis Suarez mengatakan sikap tersebut tidak bisa dihilangkan.
“Seperti pemain Brasil tidak bisa lepas dari samba, demikian pula kami, tidak bisa lepas dari mentalitas Torreros,” kata Suarez.
Torreros adalah pelaku utama dari adu banteng khas Spanyol. Mentalitas yang dipertontonkan adalah keberanian menyerang dan mempermainkan lawan sebagai banteng. Dalam sepak bola, sikap itu sangat riskan karena membuka peluang bagi lawan melakukan serangan balik yang mematikan. Itulah yang memang terbukti sering menjatuhkan La Furia Roja.
Budaya Machismo
Kendati demikian, La Furia Roja tidak pernah kapok. Mereka berkeras mempertahankannya. Pasalnya, itulah perwujudan kejantanan di atas lapangan.
Dalam masyarakat Spanyol, ada budaya Machismo yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Machoism. Secara garis besar, Machismo memperlihatkan superioritas pria dibanding wanita. Sebagai perwujudannya, pria harus mendapat “tempat" di lingkungannya. Dalam tataran praktis, terutama di kawasan Iberia, selain diharapkan bisa bertindak bijaksana dan mempu memimpin, pria akhirnya dituntut agar kuat, berani, dan selalu bernyali besar dalam beragam situasi.
Budaya Machismo diwujudkan para pemain Spanyol dengan agresivitas permaianan yang menghibur. Menyerang adalah bukti keberanian mereka dalam menantang bahaya.
Sayang, seperti pepatah, jika bermain api, Anda bisa terbakar, La Furia Roja memang beberapa kali terkena getahnya. Namun, mereka tak pernah takut kalah karena itulah wujud kejantanan.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR