Saya telah bersiap mendapat kejutan ala Singapura begitu mendapati sebuah papan petunjuk. Informasi yang terpampang jelas itu bertuliskan "Emerald Hill". Letaknya, di seberang stasiun MRT Orchard Road. Ingin tahu kejutan itu?
Pada sebuah gang asri, dengan jajaran pepohonan menghias tengah ruas, berjajar rumah bergaya dominan China Barok. Beberapa di antaranya beralih fungsi menjadi kedai minum atau kafe dan resto. Seluruhnya terlihat cantik, dengan bentuk bangunan dipertahankan seperti aslinya. Emerald Hill termasuk dalam area konservasi yang berada di kawasan Newton dan Orchard Singapura.
Saat ruas disusuri makin masuk ke dalam, tampak tidak semua hunian digunakan sebagai tempat usaha. Masih banyak yang mempertahankan fungsi sebagai tempat tinggal biasa. Dulu, area ini dihuni kaum papan atas dari komunitas Peranakan dan telah banyak dijadikan setting cerita pendek oleh Goh Sin Tub.
Awalnya, kawasan Emerald Hill dimiliki William Cuppage. Seorang kepala kantor pos setempat yang tinggal sekitar 20 tahun di sini dan menyewakan beberapa bagian lahan ini. Sepeninggalnya, salah satu menantu mengembangkan properti ini, sayang mengalami kebankrutan dan beralih tangan ke pebisnis Cina. Akhirnya tanah dibuat plot untuk dijadikan rumah tinggal, yang dikenal sebagai terrace houses. Bangunan perumahan itu dapat dilihat sampai sekarang dan dibuat pada tahun 1901 dan 1925.
Pebisnis memanfaatkan celah dari eksistensi rumah-rumah kuno Emerald Hill dengan menyulapnya menjadi kafe dan resto. Caranya menyewa dari si pemilik dan menaati perjanjian yang menyatakan bangunan tidak boleh diubah merunut pada semangat konservasi. Dengan cara ini, para pejalan dapat menikmati suasana asli sekaligus mendapat nilai lebih dengan berjalan kaki ke kawasan sekitarnya.
Rasanya mengasyikkan, karena di jantung Singapura yang ramai masih ada sebidang kawasan yang asri dan tenang. Bila diberi penilaian, destinasi ini berada dalam keadaan balance atau seimbang, paling tidak dua tahun mendatang. Ketatnya aturan pemerintah serta keberadaannya sebagai area konservasi membuat masyarakat secara tidak langsung ikut menjaga keasriannya.
*Tulisan ini pernah diterbitkan dalam National Geographic Traveler Indonesia edisi Januari 2012.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR