Ada banyak kudapan yang terkenal di Purwokerto, sebut saja tempe mendoan, kue jalabia yang tebuat dari ubi dengan cocolan gula jawa, juga kue nopia. Awalnya, kue yang disebut terakhir ini disajikan hanya untuk kalangan masyarakat bawah. Namun, kue khas Purwokerto ini akhirnya diperkenalkan pada 1980-an kepada masyarakat luas. Terbuat dari tepung terigu dan diisi oleh gula merah atau gula jawa, kue ini banyak ditemui di sepanjang jalan Purwokerto-Sokaraja, Jawa Tengah.
Pagi itu, di sebuah pabrik pembuatan kue nopia, berjejer empat tungku mirip sumur yang terbuat dari tanah liat. Bagian luarnya dilapisi oleh anyaman rotan. Dari salah satu mulut tungku, api berkobar seolah ingin melarikan diri dari pembuat kue yang mengipasinya. Kayu-kayu ini akan menjadi bara, meninggalkan panas dalam tungku.
Setelah arang diambil, tungku akan didiamkan selama beberapa saat. “Tunggu hingga panasnya 45-50 derajat ,” ungkap Teguh, sang pemilik pabrik. Tak berapa lama, adonan kue berbentuk bulat ditempelkan di sepanjang dinding bagian dalam tungku. Kue ini pun akan dikerok dari dinding setelah menggelembung sekitar setengah jam didiamkan.
Jangan anggap enteng proses pemanggangan kue ini, karena untuk menempelkan adonan kue di dinding tanah liat yang bersuhu sekitar 45 derajat Celsius dengan tangan kosong, memang membutuhkan keterampilan tersendiri. “Hati-hati, jangan sampai tangan Anda kena tanah liatnya,” ujar salah satu pemanggang kepada pengunjung yang berusaha menempelkan adonan di bagian terdekat dengan mulut tungku sambil menyeringai menahan panas yang luar biasa. “Tanda sudah matang adalah dari sekeliling bagian bawah nopia yang kecokelatan,” ujar Teguh.
Di toko-toko oleh-oleh di Purwokerto, Anda bisa menjumpai kue ini sudah berjejer rapi dalam kemasan, dengan rasa yang beragam, mulai dari cokelat, kacang, pandan, durian, dan lain sebagainya. Kue nopia ini dijajakan dengan ukuran sebesar kepalan tangan. Sedangkan mino singkatan dari mini nopia, adalah sebutan bagi kue nopia versi mungil yang ukurannya sebesar tiga ibu jari.
Penulis | : | |
Editor | : | Yoga Hastyadi Widiartanto |
KOMENTAR