Satwa koleksi Kebun Binatang Surabaya (KBS) kembali berkurang setelah seekor unta jantan berumur 6 tahun mati karena menderita gangguan urinaria pada organ ginjalnya.
Humas Perusahaan Daerah (PD) Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya, Agus Supangkat mengemukakan, keterangan tim dokter menyebutkan bahwa onta punuk satu kelahiran Kebun Binatang ini mati pada 25 Oktober 2013 akibat gangguan fungsi ginjal.
“Unta jantan bernama Joned telah menjalani perawatan selama satu tahun, dan meninggal akibat gangguan fungsi ginjal atau pada saluran kencingnya,” kata Agus Supangkat ditemui di Kebun Binatang Surabaya, Selasa 29 Oktober 2013 silam.
Buruknya kualitas air untuk minum satwa di Kebun Binatang Surabaya, diperkirakan menjadi penyebab sakitnya satwa termasuk unta jantan ini. Agus Supangkat mengungkapkan, selama ini pemberian air minum satwa menggunakan air dari sungai Surabaya yang telah tercemar.
“Bisa kemungkinan dari minum air kali Surabaya, karena air kali Surabaya mengandung logam berat yang sangat tinggi. Ginjal itu untuk penjernihan air yang masuk ke tubuh, tapi itu tidak berfungsi sehingga bisa menyebabkan kematian,” ujar Agus Supangkat yang menambahkan telah mengirim bebapa organ satwa ke laboratorium patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga Surabaya.
Direktur Operasional Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya, drh. Liang Kaspe mengatakan, upaya penanganan dan pengobatan terhadap satwa sakit telah dilakukan, meski pada prakteknya tidak semudah yang dilakukan seperti pada manusia.
“Karena satwa itu tidak bisa nurut untuk dilakukan pengobatan, apalagi pemberian obat-obatan kalau dicampur makanan bisa jadi tidak mau makan karena ada bau dan sebagainya. Bisa jadi malah tidak mau makan dan lemah, kalau dengan suntikan bisa stres, jadi bukan tidak diperhatikan atau ditelantarkan,” Liang Kaspe mengemukakan.
Upaya memperbaiki kualitas air bersih mulai dilakukan pengelola Kebun Binatang Surabaya, meski baru berjalan tiga bulan terakhir. Agus Supangkat menambahkan, perbaikan mutu air minum satwa dilakukan melalui penggunaan air PDAM, sebagai ganti air dari sungai Surabaya.
“Mulai tiga bulan ini ada perbaikan untuk mutu kualitas air minum yang ada, sehingga saat ini kita sudah menggunakan air dari PDAM semua. Kalau selama ini sebagian besar kami mengambil dari air kali Surabaya,” imbuh Agus yang menyebutkan bahwa faktor pembiayaan yang minim, menjadi alasan pemakaian air sungai Surabaya untuk minum satwa selama ini.
Penyediaan sistem penjernih air atau water treatment, juga sedang dipersiapkan untuk memperbaiki kualitas air yang ada di Kebun Binatang Surabaya.
“Kedepan kalau ambil dari kali Surabaya harus di-treatment dulu, tapi kami juga akan tetap pakai air dari PDAM,” Agus menuturkan.
Selain perbaikan kualitas air minum satwa, pengelola Kebun Binatang Surabaya lanjut Agus juga telah memberikan makanan berkualitas serta multivitamin untuk seluruh satwa.
“Kami sudah lakukan itu, dan itu semua sesuai standar yang telah ditentukan,” tukas Agus Supangkat.
Hingga kini koleksi unta punuk satu koleksi Kebun Binatang Surabaya menyisakan 8 ekor, yakni 5 ekor unta betina dan 3 ekor unta jantan.
“Sejauh ini kondisi unta yang lain masih sehat, dan kami terus melakukan pemeriksaan kesehatan pada satwa-satwa lain juga,” tandas Agus kepada Mongabay Indonesia.
130 Satwa Mati 9 Bulan terakhir
Data pengelola Kebun Binatang Surabaya menunjukkan bahwa sekitar 130 satwa mati dalam sembilan bulan terakhir, terutama karena serangan penyakit dan kurangnya sarana yang memadai dan tenaga perawat satwa yang berkualitas. Seperti dikutip dari situs VOA Indonesia.
“Kematian satwa itu, yang paling pertama karena sudah tua. Kedua karena penyakit, dan ketiga karena sarana prasarana kandang yang kurang memadai, mengakibatkan dia terus sakit terus, akhirnya sakit menular. Keempat, sumber daya manusia di sini kurang [berkualitas],” ujar Tonny Sumampau, Ketua Harian Tim Pengelola Sementara Kebun Binatang Surabaya.
Ikan Kali Surabaya Mandul
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ecological Observation and Wetlands Conservasi (Ecoton) di kali Surabaya menyebutkan, banyak ikan yang mandul. Ini karena kandungan logamnya tergolong tinggi. “Kondisi kali Surabaya sudah tidak sehat untuk ikan dan ini harus cepat dicarikan solusi,” kata ketua Ecoton Prigi Arisandi, di Kantor Gubenur Jawa Timur, Selasa kepada Republika.co.id bulan Juli 2013 silam.
Dia mengatakan, makanan yang dikonsumsi oleh ikan di kali Surabaya terindikasi mengandung senyawa estrogenik. Seperti bisfenol A (BPA), botol susu bayi, wadah makanan, dan termo plastik. Akibatnya, suaka ikan di Kali Surabaya mengalami kegagalan dalam proses pembentukanspermatorsit menjadi spermatozoa. Kesimpulannya, kata dia, banyak ikan yang mandul.
“Makanya, jumlah ikan di kali Surabaya tidak bisa bertambah. Bahkan kalau ini dibiarkan jumlahnya akan selalu berkurang,” ujarnya.
Peneliti Ecoton Aminuddin M, mengatakan melakukan penelitian di empat titik. Yaitu di Mojokerto, Sidoarjo, Surabaya, dan Gresik. Dari empat titik itu ditemukan, perubahan pola makan ikan dikarenakan adanya pencemaran dari industri dan sampah rumah tangga.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR