Kabar meninggalnya mantan presiden serta tokoh Afrika Selatan menyebar cepat, membuat ratusan orang berkumpul di luar rumah Nelson Mandela di Houghton, Johannesburg.
Suasana tidaklah muram, tapi lebih tampak hidup. Sejumlah orang bernyanyi dan bergoyang. Seorang pria meniupkan Vuvuzela, terompet plastik yang banyak dipakai pada Piala Dunia 2010 yang berlangsung di negara itu.
Sekumpulan orang datang menuju rumah dan berteriak: "Nelson!"
Mereka mengambil foto, menyalakan lilin, memberikan bendera nasional, juga rangkaian bunga. Sebuah potret Mandela yang sedang tersenyum diletakan pada sebuah pohon dengan tulisan: Beristirahatlah dalam damai, Madiba.
Mandela lahir pada 18 Juli 1918. Dia terlahir dengan nama Rolihlahla Dalibhunga Mandela di sebuah desa kecil bernama Mvezo. Lalu dia mendapatkan nama Nelson dari guru sekolahnya. Dia juga lazim dipanggil dengan nama Madiba, yang adalah nama klan tradisionalnya.
"Saya kecewa, saya sedih,'' kata Thumelo Madikwe, seorang akuntan berusia 29 tahun, seperti dilansir AP. "Tetapi di saat yang bersamaan, dia sudah menjalani hidup dan dia menjalaninya dengan sangat baik. Tidak apa-apa dia pergi. Dia sudah tua."
Ini tak hanya tampak seperti duka, tetapi juga menjadi sebuah perayaan bagi kehidupan Mandela yang telah menginspirasi banyak orang. Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian ini sudah menjadi salah satu ikon dunia dan pernah dipenjara selama 27 tahun di bawah rezim apartheid Afrika Selatan. Apartheid merupakan politik diskriminasi warna kulit yang diterapkan (dahulu) oleh negara Afrika Selatan antara keturunan Eropa (kulit putih) terhadap penduduk kulit berwarna.
Mandela meninggal dunia pada usia 95 tahun setelah menjalani perawatan karena infeksi paru-paru selama tiga bulan terakhir. Sejak 2004, Mandela sudah jarang mengikuti kegiatan masyarakat umum walau sempat muncul saat Piala Dunia Afrika Selatan 2010.
Pembela hak asasi manusia George Bizos mengatakan kepada televisi ENCA bahwa Mandela, seorang teman lama, tidak pernah goyah dalam dedikasinya untuk cita-cita nonrasial dan demokratis.
''Dia lebih besar dari kehidupan,'' kata Bizos. ''Kami tidak akan lagi menemukan orang seperti dia,'' kenangnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR