Kemampuan teknis dan komunikasi itu juga yang membuatnya dipercaya mewakili rekan-rekannya melanglang buana ke sejumlah negara maju untuk memperkenalkan industri tenun. Negara seperti Cina, Jepang, dan Amerika Serikat sudah ia datangi. ”Tahun lalu, bersama perancang busana Sebastian Gunawan dan Agam Riyadi, kami ikut meramaikan peragaan busana tenun ikat garut,” katanya.
Keuntungan besar bukan semata-mata hal yang dicari Hendar dan petenun lainnya. Mereka pun membagi rezeki yang mereka terima. Mereka sepakat menyumbangkan Rp 200 untuk setiap meter produksi tenun ikat.
Terakhir, uang yang dikumpulkan sebanyak Rp 5,7 juta untuk biaya perbaikan jalan desa yang rusak sepanjang 200 meter. Donasi bagi warga yang sakit juga diberikan. Untuk warga tidak mampu yang sakit, petenun terbiasa menyumbang Rp 200.000-Rp 250.000 per orang. Bukan untuk menyembuhkan, tetapi setidaknya meringankan beban.
”Kami tidak ingin berhenti. Saat ini, kami tengah menggodok ide budidaya pohon murbei dan ulat sutra dalam negeri. Keinginan itu akan digabungkan dengan ide rencana kampung wisata tenun Panawuan. Semoga saja ide besar itu bisa diwujudkan,” kata Hendar.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR