Setiap akhir pekan puluhan warga datang ke sejumlah klinik di kota Malang dengan membawa sampah yang antara lain berupa botol plastik, kardus, dan kertas.
Sampah-sampah yang dapat didaur ulang—yang mereka kumpulkan dari rumah sendiri dan lingkungan di sekitar—itu mereka bawa dan ditukarkan dengan kartu berobat melalui program Klinik Asuransi Sampah, yang digagas dr. Gamal Albinsaid.
Ada lima klinik yang saat ini menerapkan sistem dengan menukarkan sampah dengan kartu asuransi ini.
"Warga cukup menyerahkan sampahnya kepada Klinik Asuransi Sampah dan mereka bisa menikmati berbagai fasilitas pelayanan kesehatan primer," kata Gamal.
"Sampah yang mereka bawa—dapat berupa sampah kering apa saja yang dapat didaur ulang—dan kami hargai Rp10.000," kata Gamal.
Dengan sampah ini, kami memberikan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan dokter, gula darah sampai obat, tambah dokter berusia 24 tahun ini. Aktivitas melalui organisasi Indonesia Medika ini mulai dibentuk tahun 2010. Namun sempat terhenti setelah berjalan baru enam bulan.
Sejak Maret 2013, Klinik Asuransi Sampah ini mulai diaktifkan lagi dengan sasaran utama keluarga kurang mampu.
Sejauh ini anggota klinik dengan premi sampah ini mencapai lebih dari 500 orang di lima klinik, dengan penambahan sekitar 50 orang per minggu. Gamal mengatakan, "Kami terus sosialisasikan, seperti dengan mengadakan pengobatan gratis dan berbagai penyuluhan."
Meninggalnya Khaerunissa, seorang anak pemulung pada delapan tahun lalu akibat diare karena ayahnya yang tak sanggup membawa berobat.
"Ini sangat menyedihkan dan merupakan tamparan bagi dunia kesehatan," kata Gamal. "Oleh karena itu kami membentuk klinik dengan sistem asuransi sampah ini. Kami mengajak kader Posyandu, ibu-ibu PKK dan masyarakat untuk mengembangkan Klinik Asuransi Sampah untuk membantu masyarakat."
Kebersihan lingkungan
"Mereka tidak hanya bisa berobat namun juga mendapatkan penyuluhan untuk mencegah penyakit dan juga rehabilitasi bagi mereka yang baru sembuh dari sakit," tambahnya.
Namun dalam upaya mengembangkan klinik dengan premi sampah ini, cukup sering juga Gamal dan teman-teman mendapat permintaan agar dana Rp10.000 diberikan saja dalam bentuk uang tunai dan bukan dengan membawa sampah.
"Konsep edukasi lingkungan ini yang juga ingin kami tanamkan, dengan menjaga kebersihan lingkungan dan memanfaatkan sumber daya yang terbuang," ucapnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR