Nationalgeographic.co.id - Telah terjadi pelanggaran seksual di kastil Batavia Juni 1629. Kisah itu bermula dari Sara Specx putri dari Jeacques Specx yang dititipkan pada Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen telah menjadi remaja usia 12 tahun yang tertarik pada seorang pria.
Pria ini adalah Pieter Jacobszoon Cortenhoeff yang berumur 16 tahun dan menjadi seorang vaandrig (serdadu bawahan) penjaga kastel Batavia. Coertenhoeff merupakan pemuda kelahiran Arakan (Myanmar) dan putra dari seorang pedagang yang kawin dengan perempuan pribumi.
Malam itu, pasangan yang dimabuk asmara itu itu tidak menyadari perbuatan mereka, sehingga tertangkap basah sedang bercinta di suatu kamar di kastil.
Kabar skandal ini tersebar luas seantero Batavia, membuat J.P Coen tertampar kecewa. Wajar ia marah, sebab gadis itu adalah amanat titipan rekannya yang sedang pergi ke Belanda dua tahun sebelumnya.
Baca Juga: J.P. Coen Bersiasat Mencari Rahim Belanda untuk Prajurit VOC
"Sementara aku kembali ke Patria (Belanda) memenuhi permintaan [para direksi bisnis di] Heren XVII, aku tutupkan Sara, putriku, padamu. Aku percaya kamu dapat mengasuhnya," ujar Jeacques Specx menjelang kepergiannya kepada Coen.
Coen sungguh malu, karena ini dapat mencemar nama baiknya. Terlebih, ia dikenal sebagai orang yang sangat puritan dan taat pada ajaran Calvinis. Padahal usahanya selama ini hendak memberikan contoh teladan yang baik dan memerangi sifat buruk maupun bejat para pekerja kompeni di tanah koloni.
Tak sungkan-sungkan, ia menginstruksi sambil berteriak "hukum mereka seberat-beratnya! Gantung mereka!". Keguasaran J.P Coen tak main-main, dia tetap tegas walau Dewan Gereja sudah membujuknya membatalkan hukuman. Dia tak mau menjilat ludahnya sendiri demi martabat VOC.
6 Juni 1629, Cortenhoeff dijatuhkan hukuman pancung di Balai Kota. Hidungnya dicoreti dengan arang oleh algojo sebagai tanda pelaku pencabulan. Setelah dipancung, masyarakat memaki kepalanya yang dicoret itu dengan si hidung belang.
Baca Juga: J.P. Coen Memuji Warga Tionghoa, Namun Mengapa VOC Membantai Mereka?
"Entah apakah ini awal dari istilah hidung belang bagi mereka (pria) yang melakukan hal cabul, tampaknya perlu diteliti," tulis Achmad Sunjayadi, dosen program studi Belanda di Universitas Indonesia lewat buku Bukan Tabu di Nusantara.
Sedang Sara dicambuk, ditelanjangi, dijadikan tontonan publik Batavia, dan dipaksa menyaksikan hukuman pancung kekasihnya.
Cerita ini muncul oleh karya para sastrawan Belanda dan Hindia Belanda yakni Jacob Cats, J. Slauerhoff, dan W.L Ritter. Salah satunya Sara Specx: Batavia in 1629 yang diterbitkan Ritter di Tijdschrift voor Nederlands-Indie tahun 1843.
Sebenarnya, apa yang dilakukan J.P Coen lewat instruksi langsung menghukum mati adalah meloncati proses hukum. Hukuman mati hanya boleh dilakukan setelah Raad van Indie (Dewan Hindia) memeriksa keputusan Raad van Justitie (Dewan Kehamikan), tulis Sunjayadi.
"Meski ada anggota Raad van Justitie yang menolak keputusan itu, Coen menang suara. Ditambah lagi desakan para rohaniawan gereja Protestan yang pada masa itu juga merupakan pegawai VOC."
Nasib Sara sebagai pezina lebih mujur daripada kasus lainnya yang tercatat dalam sejarah VOC. Misal, Catrina Casembroot yang dituduh telah berzinah dengan beberapa laki-laki ketika suaminya masih hidup maupun sudah meninggal. Dia juga dituduh menggunakan sihir, jampi-jampi, dan ramuan yang membuat pria memenuhi hasrat seksualnya.
Baca Juga: Kekayaan Google atau Apple, Tidak Mampu Menandingi Kekayaan VOC
Atau pada kasus Annika da Silva, istri pribumi dari serdadu VOC Leendert Jacobs. Dia juga mengalami tuduhan yang sama dengan Catrina. Bahkan, Annika juga dituduh berusaha meracuni suaminya sendiri.
Catrina dan Annika berdasarkan surat dan bukti yang ditemukan dalam persidangan dijatuhi hukuman mati, berupa kepala dibenamkan tong air, atau diikat pada tiang lalu dicekik. Wajah mereka dicoreti dan harta miliknya disita.
"Satu hal yang luput diperhatikan adalah alasan para perempuan pada masa VOC melakukan pelanggaran tersebut. Apakah hanya alasan yang berkaitan dengan seks atau ada alasan lain?" tulis Sunjayadi.
Sedang Sara Specx, akhirnya menikah dengan Georgius Candidus pada Mei 1632 di Batavia. Laki-laki yang bersedia meminangnya pun seorang penyebar agama Kristen di Formosa (kini Taiwan), pendeta pertama di Maluku, dam kepala sekolah Latin di Batavia.
Sara meninggal pada usia 19 tahun pada 1636 di Formosa. Ayahnya, Jacques Specx, menjadi Gubernur Jenderal VOC pada 22 September 1629 hingga 1632.
Baca Juga: Kisah Flying Dutchman, Kapal Era VOC yang Tak Pernah Bisa Berlabuh
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR