Kali ini para astronom melihat planet berukuran Saturnus sedang mengintip dari balik puing-puing yang tak jauh dari Tata Surya.
Beta Pictoris yang jaraknya 63 tahun cahaya dari Bumi, bintang induk dari planet berukuran Saturnus, bisa dilihat dengan mata tanpa alat dari langit selatan. Pada tahun 2012, sebuah planet telah ditemukan mengorbit bintang tersebut dari jarak 1,2 miliar kilometer.
Saat ditemukan, sistem Beta Pictoris masih dikelilingi piringan debu. Dalam pengamatan kali ini, para astronom melihat ada serumpun objek yang justru berada lebih jauh lagi dari bintang induknya, pada jarak 13 miliar kilometer—atau tiga kali jarak Neptunus - Matahari.
Dari mata teleskop Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) di Chili Utara, para astronom melihat kehadiran gerombolan sisa-sisa komet yang saling bertabrakan setiap lima menit. Selain menjadi saksi mata kehancuran bongkahan-bongkahan komet tersebut, para astronom juga menemukan hal lain.
Gumpalan yang dilihat para astronom tersebut merupakan bongkahan gas karbon monoksida dalam piringan debu Beta Pictoris. Penemuan tersebut jadi kejutan karena seharusnya gas karbon monoksida sudah hancur oleh cahaya bintang.
Molekul karbon monoksida (CO) hanya dapat bertahan untuk waktu yang singkat sekitar 100 tahun sebelum dihancurkan oleh sinar ultra ungu. Menemukan keberadaan karbon monoksida dalam sestem yang sudah berusia 20 juta tahun tentu menimbulkan pertanyaan. Bagaimana gas CO ini muncul dan tetap ada?
Tampaknya, tabrakan yang terjadi secara terus menerus antara objek-objek es kecil seperti komet menjadi kunci perbaharuan gas karbon monoksida secara berkala.
Dari pengamatan ALMA, piringan di sekeliling Beta Pictoris diliputi oleh gas karbon monoksida. Kehadiran karbon monoksida memang paradoks.
Di satu sisi gas ini merupakan gas yang berbahaya bagi kehidupan manusia di Bumi, tapi kehadiran karbon monoksida juga bisa menjadi indikasi untuk Beta Pictoris sebagai habitat yang baik bagi kehidupan. Tabrakan komet besar-besaran yang sedang dialami planet di Beta Pictoris merupakan cara sang planet mempersiapkan diri untuk kehadiran air sebagai komponen pendukung kehidupan.
Kehadiran komet yang membombardir sebuah planet menjadi indikasi penting persiapan sebuah planet untuk memiliki air karena memang demikianlah yang terjadi pad BUmi di masa lalu. Bombardir komet dan asteroid membawa air ke Bumi dan mempersiapkan Bumi untuk tumbuhnya kehidupan. Komet dan objek es lainnya memang membawa sejumlah senyawa kimia di dalam dirinya seperti CO dan gas lainnya. Ketika objek-objek tersebut bertabrakan di lingkungan bintang muda yang kacau, gas yang ada di dalamnya akan terlepas. Dan komet maupun objek es berukuran planet merupakan tambang karbon monoksida di sistem planet yang masih muda.
Kejutan berikutnya, para astronom tak hanya melihat kehadiran karbon monoksida di piringan debu Beta Pictoris, tapi juga berhasil memetakan lokasinya di dalam piringan.
Hasilnya, gas karbon monoksida tersebut terkonsentrasi pada gumpalan padat yang massanya hampir mencapai massa Saturnus dan berada 13 miliar kilometer dari sang bintang. Mengapa si gumpalan berada sedemikian jauh masih menjadi misteri lainnya.
Tapi objek yang berupa gumpalan gas karbon monoksida merupakan petunjuk penting akan apa yang terjadi di area terluar sistem keplanetan yang masih terhitung sangat muda tersebut.
Menurut Mark Wyatt dari Universitas Cambridge, Inggris, ada dua cara hingga gerombolan gas karbon monoksida tersebut terbentuk. Yang pertama adalahtarikan gravitasi sebuah objek yang saat ini masih belum terlihat alias sebuah planet yang sedang mengintip dari balik persembunyiannya.
Planet yang diduga memiliki massa seperti Saturnus tersebut mengumpulkan tabrakan komet dalam satu area. Atau kemungkinan lainnya, yang tampak merupakan serumpun puing-puing tabrakan dasyat antara dua planet es seukuran Mars.
Petunjuk dari teori yang dibangun tersebut menjadi cerita lain untuk pencarian lebih banyak lagi planet di sekeliling Beta Pictoris. Kehadiran gas karbon monoksida merupakan langkah awal untuk menemukan molekul pra-organik lainnya yang lebih kompleks yang dilepaskan oleh objek es di bintang tersebut. Karena komet tidak hanya disusun oleh karbon monoksida. Meskipun penyusun utama komet adalah campuran debu dan air es, tapi masih ada komponen lainnya seperti karbon dioksida, amonia, dan metana di dalamnya, yang menanti untuk ditemukan.
Pengamatan lanjutan yang akan dilakukan ALMA bakal jadi petunjuk penting bagi astronom untuk memahami kondisi awal ketika Tata Surya terbentuk.
Beradaptasi dengan Zaman, Tokoh Pemuda Wewo Sadar Kebutuhan Energi Ramah Lingkungan
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR